Jumat, 16 April 2010

Semua Lagi Kangen



Sudah 10 hari rumah tanpa Wildan.
Sepi, tidak terdengar "bunyi"nya. Tidak terdengar langkah-langkah kakinya yang bertebaran di setiap ruang. Tidak ada juga dengkuran halusnya kala malam merayab. Tidak ada juga si "raja maksa" spy kami rela dicabut kumis, dan uban. Tidak ada yang menggelanyut di pundak, atau meletakkan kakinya dengan jenaka di tubuh kami. Tidak ada suara Zuma yang menggelegar. Tidak terlihat pula sinar dari layar PC di kamar.

Pulang ke rumah jadi kurang greget.
Adik juga nampak lesu. Jarang senyum. Suka tidur siang.
Ayah sering bicara sendiri seolah sedang "ngomeli" Wildan.
Asisten Rumah Tangga juga mengeluh kesepian krn tidak ada yang minta ini itu.
Masakan sering tidak habis.

Keheningan itu gara-gara Wildan tidak mau pulang dari rumah neneknya di Sidomulyo-Kota Batu. Jarak ditempuh 60 menit dari rumah PP. Waaaa.......!.

Bermula Kamis, 8 April lalu. Pagi hari Wildan sdh gelisah dan menunjuk ke arah Batu. Kami pura-pura tidak mengerti dan seperti biasa meminta Wildan menggambar apa yang dia mau.
Wildan ambil laptop dan digambarlah tiga gundukan Gunung dengan jalan berkelok. Disela-la kaki gunung di gambar sebuah rumah. Rumah ibuku. Jadi Kamis itu karena sekolahnya libur, akhirnya kami antar Wildan ke Sidomulyo. Eh..ternyata hari jum'at dijemput ayahnya, dia tidak mau. Bahkan ayahnya tidak boleh masuk rumah neneknya.

Sabtu, ganti saya yang menjemput. Ternyata juga tidak mau. Bahkan begitu saya di depan pintu masuk, dia langsung teriak, "tidak..tidak...!". Sama dengan ayah, sayapun didorong-dorong supaya segera keluar dan pulang dari rumah neneknya. Bagaimana siih???. Minggu habis magrib saya jemput lagi. Hujan deras. Dia ragu-ragu. Kira-kira 15 menit kemudian dia mau ikut dengan mobil pulang ke areng-areng. Namun, sampai rumah Wildan mulai menangis. Minta kembali ke rumah nenek. Hujan masih turun malam itu. Saya dan adik merayu-rayu sampai rasanya habis kesabaran. Sempat kubentak, "Wildan...tidak..malam ini tidak ke rumah eyang. Kita tidur disini!". Wildan masuk kamar dengan membanting pintu. Dari dalam terdengar tangisannya meraung-raung. Adik dan saya berpandangan...tersenyum..sedih dan geli. Tangisannya itu lhoo...kayak diapakan saja.

Malam itu jam 20 WIB kami menyerah. Tangisan dan ekspresi Wildan meruntuhkan "iman"ku dan adik. Akhirnya bertiga kami kembali ke Batu dibawah guyuran hujan. Ayahnya belum pulang karena habis magrib ada kondangan. Kami bertiga tidur rumah Batu. Senin pagi jam 06.15 kembali turun ke Malang karena adik harus sekolah. Wildan tetap tidak mau ikut pulang.

Senin, habis acara di Batu...saya sempatkan nengok Wildan denngan harapan dia mau pulang. Ternyata siang itu jam 14 an dia tidur. Terpaksa tidak kuajak serta pulang karena saya ada acara di Malang. Selasa siang, ayahnya berusaha menjemput. tetap tidak mau. Seperti sebelumnya, juga diusir.

Jadiiiii...smp sekarang dia tidak di rumah.