Senin, 26 Desember 2011

Apa sih Autis itu?

Kami bukanlah ahli atau pakar autisme, sehingga menjelaskan kepada orang lain tentang autisme, susah-susah gampang. Apalagi kepada awam dan kepada yang baru tahu sepintas-pintas.

Seperti pertanyaan ini, “Bagaimana sih anak autis itu?.”. Nah, ini khan pertanyaan yang intepretasinya sangat luas. Menghadapi pertanyaan seperti ini, kami memiliki kesimpulan jika orang tersebut pasti masih sangat awam. Itu artinya jawabannya tidak perlu terlalu luas dan mendalam hehehe... bukan apa-apa,tuwas habisin waktu dan abab hahaha...ya maaf.

Terhadap pertanyaan itu, saya biasanya akan berikan jawaban sederhana secara umum dan beberapa contoh perilaku si Wildan. Seperti ini:

Anak yang menyandang autisme, paling menyolok bisa dilihat dari penghindaranya pada kontak mata dengan orang lain, perilakunya yang ritual atau berulang-ulang, serta sangat kentara berorientasi pada dirinya sendiri.”.

Masih belum jelas?.

Penghindaran kontak mata, bahasa lainnya adalah dia tidak mau menatap mata orang lain termasuk yang sedang mengajaknya bicara. Dia bisa menunduk, melengos, atau melihat hal lain. Meskipun nampaknya mendengarkan atau menyimak pembicaraan.”

Nah, mulai bisa bayangkan bukan?.

Perilakunya yang ritual atau berulang-ulang, maksudnya adalah dia memiliki pola tetap dalam berinteraksi dengan objek. Memperlakukan objek dengan pola yang sama berulang-ulang. Misalnya, kalau mau makan sesuatu, dia harus mencium (membau) makanan tersebut, maka itu akan dilakukan setiap kali mau makan. Kalau bertemu anda dia cium pipi...maka setiap bertemu dengan anda itu cium pipi menjadi ritual. Sesuatu yang harus terjadi. Hmmm....berarti Tukul pernah juga autis karena selalu ada ritual cipika cipiki dengan bintang tamunya hahaha.”

Saya pernah tuliskan perilaku ritual Wildan dalam suatu tulisan di blog ini. Sekitar tahun 2008. Coba deh dibuka-buka gitu 

Terakhir, perilaku yang berorientasi pada diri sendiri. Begini, contoh pada Wildan. Dulu kami mengajari Wildan supaya kalau bangun tidur segera melipat selimut, dan merapikan bantal dengan cara ditumpuk. Selimut dan bantalnya sendiri sih. Lalu selimut dan bantal itu harus diletakkan pada tempat yang semestinya...walah..maksudnya, selimut di ujung bawah kasur dan bantal di atas kasur..eh, maksudnya selimut di tempat bawah kaki, bantal di tempat kepala (hihihi..sama-sama ngerti khan maksud saya?.). Begitulah akhirnya yang terjadi di rumah kami setiap pagi. Wildan paling rajin bangun pagi. Cenderung lebih sering bangun pagi dibanding makhluk lain di rumah kami. Seperti yang dia ingat dari pelajaran kami, Wildan segera melipat selimut dan menumpuk bantal (ini juga bisa dianggap dengan salah satu ritual). Tapiiiii.....ini perilaku autisnya: dia tidak peduli apakah tempat bantal itu masih ada orangnya apa tidak!. Meskipun adiknya masih tidur, Wildan akan menumpuk bantalnya....meski harus dikepala adiknya! Hahaha...Begitupula seandainya adik tidurnya melorot sampai sisi bawah, Wildan juga akan meletakkan lipatan selimut menutupi tubuh sang adik!. Kadang adik kaget dan tergopoh-gopoh bangun karena kepalanya ditekan-tekan tumpukan bantal oleh Wildan jika bantalnya menumpuk kurang rapi. Seperti apa ekspresi Wildan saat melakukan itu?. No problemo...dia tidak nampak marah/terganggu, juga tidak nampak bersalah....biasa saja seolah memang begitulah yang seharusnya.

Kalau ingat-ingat itu, saya bisa tertawa terusss. Apalagi kalau ingat ekpresi Wildan yang “tak berdosa" sementara adik tergopoh-gopoh mengira ada gempa kaliiiii” hahahaha.

Begitupula bila giliran Wildan mengelap meja kursi. Bila sudah tiba waktunya bersihkan kursi, meskipun ada yang sedang duduk di kursi tersebut, Wildan tetap akan mengelapnya. Walau andai harus menarik bantalan kursi untuk mengelap dibaliknya, dia akan tarik bantalan tersebut walau ada yang sedang duduk!. Dan..tetap dengan ekspresi no problemo-nya. Mungkin dalam pikiran Wildan adalah “yang penting urusanku segera beres.”. itulah yang saya maksud dengan berorientasi pada diri sendiri.

Semoga kita bukan termasuk orang yang berorientasi pada diri sendiri karena kita tidak menyandang autis, bukan?.

Minggu, 04 Desember 2011

Berelasi dengan Televisi




Soal penyandang autis sangat suka dengan televisi, bukan isapan jempol. Seperti kebiasaan Wildan selama ini. Setiap hari, selama dia di rumah....televisi (TV) tidak pernah mati. Bahkan pada saat dia tidur. Betapa tidak, saat Wildan tidur....kami matikan TV, dia akan segera bangun lalu TV di "nyalakan"...lalu dia tidur lagi. Dahulu, malah matinya TV membuat Wildan terbangun dari tidur hingga malam esok hari alias tidak tidur lagi alias begadang!.

Alhamdulillah setelah berusia 14 tahun, akhirnya saat dia tidur TV bisa kami istirahatkan. Walaupun bila dia terjaga, tetap langsung nyalakan TV lagi. Namun terjaganya itu seperti bukan karena TV mati. Berbeda dengan masa-masa sebelumnya.

Ada perilaku unik antara Wildan dan TV.

Pertama, dia bisa menggambar semua logo TV sejak usia 8 tahun dengan cara mengingat. Meskipun tidak tepat betul, tapi gambarnya bisa dipahami.








Kedua, dia sangat-sangat menyukai lagu-lagu nasional yang digunakan beberapa stasiun TV untuk opening dan closing. Bahkan lagu Rayuan Pulau Kelapa di TV mampu membuat Wildan mewek alias menangis bercucuran air mata. Sampai saat ini di usia 15 tahun, Wildan kadang masih menangis saat mendengar dan atau sambil menirukan menyanyi lagu itu.

Ketiga, dia memiliki stasiun favorit yang tidak bisa diganti oleh orang lain kecuali oleh adeknya. Kalau adek yang ganti channel, Wildan cenderung diam ataudia akan meminta orang lain yang menggeser channel. Tapiiiii.....kalau selain adek, walah...lanfsung deh dia rebut remote dan pindah ke stasiun favorit.



Keempat, sebenarnya dengan kebiasaan pertama, kedua, dan ketiga itu.... Wildan nampak tidak benar-benar menikmati tayangan TV-nya kok. Lha wong dia tuh jalan-jalan mulu di rumah. Andai duduk di depan TV juga matanya tidak melihat layar, namun sambil laptop-an atau sambil nggambar, sambil ngemil, dsb. Sesekali saja dalam hitungan detik, matanya menatap layar TV, senyum atau tertawa atau cuma ngowoh entah apa yang dipikirkan sambil memandang layar TV. Tetapi heran....bisa jadi Wildan sebenarnya memperhatikan juga. Buktinya, saya menemukan dua gambar yang mengindikasikan acara masak memasak semacam Master Chef. Oalah...ingin sekali mama mengerti apa yang sedang kamu pikirkan, nak.

Minggu, 27 November 2011

Kota Batu



Bagaimana Kota Batu, kota kelahiran Wildan dalam rekaman Wildan?.

Baginya, alun-alun kota meninggalkan kesan tersendiri. Terutama monumen buah Apel dan monumen Adipura. Pada saat dia di rumah Yang Ti dalam waktu yang lama, secara bertahap kami ajak dia keluar rumah. Paling sering ke alun-alun. Selama di sana, sepertinya dia senang dengan air mancur dan TV layar lebar. Bahkan ada saat Wildan meminta mobil berhenti hanya untuk melihat tayangan di layar besar tersebut. Pernah juga bersama Yang Teu hanya mengajak duduk di depan layar TV besar itu.

Rekaman Wildan tentang Kota Batu.....adalah monumen apel room beauty-apel asli Kota Batu dan kemacetan disekitar monumen adipura depan Batu Plaza!

Minggu, 20 November 2011

That's Enough





Tulisan ini telat saya upload. Peristiwanya sudah bulan lalu. Tepatnya 30 Oktober 2011. Saat itu kami mengikuti Talk Show/sharing dengan para orang tua anak-anak berkebutuhan khusus. Penyelenggaranya SMART Center: Play, Learn, and Grow. Sebelumnya selama seminggu di tempat SMART Center diselenggarakan pameran lukisan dan foto karya anak-anak berkebutuhan khusus. Wildan bersama Raihan (fotografi), Nia (lukisan n kartun), Umar (lukusan) diundang untuk ikut pameran lukisannya. Ada 12 lukisan Wildan yang dipajang disana.


Lucu sekali saat pertama kami antarkan lukisan, Wildan ikut. Saat mau pulang, Wildan terlihat keberatan lukisannya ditinggal. Dia minta supaya lukisannya dibawa pulang lagi. Walau akhirnya dia mau pulang tanpa lukisannya.....sampai di rumah Wildan “protes’ karena dinding di ruang tamu jadi kosong. Berkali-kali dia tunjukkan dinding kosong itu. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya selama seminggu kedepan dia tidak lagi “protes”. Bahkan saat 30/10 kami menghadiri sesi talk show (sharing), Wildan nampak senang melihat lukisannya dipajang di ruang SMART Center. Berkali-kali dia pose utuk di foto Om Fajar Embun Bon2 hehe...



Saat talk show, panitia mengundang tiga ibu dengan anak berkebutuhan khusus, termasuk MamaFrida. Kesempatan pertama adalah Mamanya ananda Umar - penyandang tuna rungu yang hobi juga melukis. Luar biasa, Umar memiliki IQ diatas 150!. Wajahnya cerah dan sangat ceria. Lalu waktunya Mamanya ananda Nia – penyandang autis yang sangat sukses dengan prestasi gemilang baik di akademik maupun keterampilan. Nia sudah kelas satu SMU. Karyanya adalah melukis, membuat handy craft, dan membuat kartun-kartun manga. Sangat luar biasa...Nia memiliki IQ 190!. Very excelent. Lalu terakhir giliran mamanya Wildan.

Pertama saya sampaikan.... Wildan belum pernah test IQ. Namun dilihat dari kemampuan akademiknya, mama Frida mengira IQ Wildan di bawah rata-rata atau yeah rata-rata.....mungkin sekitar 100 saja. Lalu bagaimana dooong?. Mama Frida sampaikan, bahwa kalau memang Wildan belum mampu mengejar akademik, maka harus dicari sisi yang lain. Kalau dia memang bisanya melukis....it’s enough. Kita push dia di melukis. Namun yang utama adalah anak-anak berkebutuhan khusus ini harus distimulasi untuk bisa mandiri mengurus diri sendiri. Alhamdulillah, Wildan sudah sangat mandiri dalam hal tersebut. Kami juga mendorong Wildan meningkatkan kopetensi sosialnya. Alhamdulillah...Wildan juga memiliki kompetensi sosial yang bagus.



Proses untuk meningkatkan kompetensi sosialnya mengalami perkembangan pesat saat kami tinggal di perkampungan daerah Dau, tepatnya di Jetak Lor. Saat itu rumah yang kami kontrak tidak berpagar. Suasana perkampungan dengan suasana pedesaan terasa sekali. Hubungan antar warga adalah hubungan paguyuban.

Adalah Sarinah pembantu rumah tangga kami. Berasal dari Desa di Blitar. Sarinah lebih populer dibandingkan saya di Jetak Lor. Selain saat itu saya masih studi di Bogor, Sarinah juga memiliki banyak kegiatan dengan warga sekitar. Baik itu olah raga dalam rangka lomba-lomba desa (misal 17 agustusan), gotong royong, atau sekedar “ngerumpi”. Nah, disetiap kegiatannya itu Wildan seringkali di ajak serta. Sehingga warga juga sangat mengenal Wildan. Rupanya selain ada sisi negatif, upaya Sarinah mengajak Wildan itu membawa efek positif bagi perkembangan kompetensi sosial Wildan.

Saat saya pulang, saya melihat sendiri Wildan bermain dan bertamu ke rumah-rumah tetangga. Saking “terbiasanya” Wildan hadir di tengah-tengah warga, sebagian warga menjadi tidak takut lagi dengan Wildan. Pernah suatu ketika saya bingung cari Wildan...eh ternyata 30 menit kemudian Wildan nongol bersama Bapak depan rumah, “Saya baru ajak Wildan jalan pagi bu..keliling kampung.”....walaaaah... Atau ibu sebelah rumah yang serig ijin, “bu..Wildan saya ajak belanja yaaa”. Bahkan si mamang penjual tempe kadang minta ijin, “Bu, Wildan saya bonceng keliling jual tempe yaaa..nanti saya antar pulang lagi kesini.” Hahaha...bagaimana yaaaaa....sulit sekali saya melarang “penerimaan” mereka semua. Indikasi mereka “tidak takut” dan “menyadari” kehadiran Wildan sebagai penyandang autis itu lebih bermakna bagi kami dibanding mungkin bahaya-bahaya yang akan Wildan alami saat bersama mereka.

Semangat “memasyarakatkan” kehadiran anak-anak berkebutuhan khusus itu pula yang mengilhami dibukanya sekolah inklusi di sekolah-sekolah pemerintah. Tidak hanya demi kepentingan internal anak-anak berkebutuhan khusus, sekolah inklusi juga memberi kesempatan anak-anak “normal” menyadari, mengenal, dan berinteraksi dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Anak autis yang masuk ke sekolah inklusi, otomatis harus mengikuti kurikulum nasional. Walaupun sekolah inklusi akan melakukan improvisasi, satu hal yang harus orang tua anak autis sadari adalah mereka harus mengenal kompetensi anak masing-masing. Memberi beban yang berlebihan pada sekolah inklusi untuk membuat anak-anak berkebutuhan khusus berprestasi di segala bidang adalah hal yang kurang tepat.

Minggu, 13 November 2011

Kasih Sayang Adek adalah Proses yang Terus Menerus.

Sejak ayah banyak share blog ini ke teman-temannya di facebook, banyak pula yang bertanya bagaimana bisa membuat adek Ghulam sangat sayang sama kakak, dan sebaliknya.

Ayah mengingatkan kembali pada Mama, bahwa selama ini ayah telah dengan sengaja “membangun” sikap adek itu secara ajeg dan terus menerus. Mama jadi ingat saat pagi hari Sabtu (5/11) sebelum adek berangkat sekolah. Pagi itu adek mencari buku yang akan dibawa ke sekolah. Entah dimana, buku tersebut ketlisut. Mestinya dia siapkan di malam hari, tapi katanya semalam juga sudah tidak ada. Mama yang sibuk di dapur memberi usul, “Kakak (Wildan)..bantu adek dong cari bukunya.” Dan seperti biasa, tidak perlu dua kali “perintah”....Wildan langsung ke kamar adek untuk ikut mencari buku.

Entah apa yang terjadi di dalam kamar, tiba-tiba kakak keluar kamar berteriak keras sambil tangannya menuding-nuding adek dengan marah. Kami semua kaget melihat kakak nampak sangat marah sampai tangannya bergetar. Pasti adek baru “marah” sama kakak. Bisa jadi kakak malah membuatnya semakin panik tidak mendapatkan buku tersebut. Namun adek tidak mau mengakui. Membuat kakak “marah” begitu menakutkan bagi adek karena dia tahu pasti siapa yang akan jadi "terdakwa."


Saya dan ayah rupanya sudah bisa menduga bahwa adek habis “kasar” pada kakak. Sebab Itu pernah juga terjadi: bila adek membentak kakak atau “menolak” kakak dengan “ketus”, Wildan akan bereaksi seperti itu. Baik saya maupun ayah, dan juga Yang Ti yang waktu itu ada ditarik sama Wildan diajak menuju adek dengan teriakan marah dan tangan menuding seolah mengadukan atau meminta kami “menindak” adek. Suasana cukup mencekam karena Wildan tidak berhenti teriak. Dan adek tetap cemberut.
Ayah dan saya berusaha untuk menengahi dengan tidak menjadikan adek sebagai "terdakwa". Kami beri pengertian pada kakak bahwa adek tidak memarahinya dan meminta pada adek untuk tidak cemberut. Namun beberapa waktu usaha itu tidak berhasil.

Akhirnya kami diam saja menunggu akhir dari emosi masing-masing. Sesaat hanya terdengar kemarahan kakak, dan yang lain dalam kesunyian menarik diri.

Tiba-tiba adek teriak sambil menangis, “Kenapa aku yang disuruh mengalah teruuusss???!!. Aku sudah senyum tapi kakak tetap saja marah!!.

Hati kami begitu tersayat mendengar protes adek tersebut. Tapi dengan suara tidak kalah keras ayah menyadarkan adek bahwa siapa lagi yang akan mengalah pada kakak kalau bukan adek- saudara kakak satu-satunya?. Kalau adek tidak mau mengalah sama kakak...apalagi orang lain!.

Mama hanya bisa terdiam. Eyang Ti juga hanya bisa terdiam. Kami biarkan tiga lelaki di rumah ini teriak-teriak. Tidak usah ditambah dengan teriakan yang lain lagi.
.........................
..................................
...........................................

Seringkali ayah dan mama berbincang tentang “rasa bersalah” karena telah membuat adek harus lebih dewasa menghadapi kakak. Pernah ada rasa ketakutan bahwa adek akan terbebani dibatas kemampuannya. Namun, itulah keputusan dan pilihan. Adek dalam posisi apapun memang harus menjadi yang lebih dewasa, harus bisa banyak memaklumi, dan tentu saja harus banyak melimpahkan kasih sayangnya pada kakak.

Betapa sering kami melibatkan adek dalam interaksi yang membangun semua itu. Baik dalam kata-kata maupun dalam perbuatan. Sejak adek batita hingga saat ini di usianya yang masuk ke 14 tahun, pertanyaan ayah yang selalu diulang-ulang ke adek (bahkan disaat adek menjelang tidur dan saat terlelap. Di kemudian hari, mama baru menyadari bahwa upaya ayah ini sama dengan hipnoteraphy) adalah,

- Ayah (A) : Adek sayang sama kakak a?.
- Ghulam (G) : sayang (atau adek akan mengangguk bila pertanyaan itu
disampaikan saat adek sudah lelap tertidur.?

Dan ini adalah pertanyaan ayah untuk Ghulam kecil sampai SD:
– A : siapa pacar adek?.
- G : Kakak, ayah, mama, dan aku (diri sendiri)

Sering juga mereka bertiga tidur satu ranjang...lalu berebutan mencium kakak. Dan kakak tentu saja akan teriak-teriak tidak suka. Namun adek dan ayah tetap “memangsanya!”. Hahaha....lucu juga melihat tiga singa itu heboh!.

Sering juga ayah narsis bin show up di tempat-tempat umum kalau kami berempat keluar. Pamer-pamer kemesraan dengan kakak gitu deh. Peluk-peluk. Cium-cium.Atau dorong-dorongan di mall atau saat kami makan di restoran. Ugh! pastinya menarik perhatian banyak orang yang melintasinya. Rupanya aksi itu yang diulang-ulang di depan adek, adalah salah satu upaya untuk menumbuhkan supaya adek tidak malu bersama kakak...seperti halnya ayah juga tidak malu semua orang tahu kakak berkebutuhan khusus. Termasuk tidak jarang juga ayah mengungkapkan secara frontal rasa tidak sukanya pada orang-orang yang memandang heran show upnya dengan kakak. Aduh...kalo ayah sudah melotot ke orang yang memandang aneh kakak....mama mending ngaciiirrr...kabuuurrr hehehe.

Berbeda dengan ayah yang ekspresif sebagai homo ludens (hihihihi...), mama sering menstimulasi adek dengan ungkapan-ungkapan sbb:

Lihat dek wajah kakak....teduh ya?.” Lalu adek akan lihat wajah “teduh” Wildan sehingga seperti yang kurasakan dalam dada ini membuncah rasa damai saat memandang wajahnya. Atau akan mama bilang, “Dek, mama lho kalau kesenggol kulit kakak..rasanya nyamaaaan gitu. Adek juga ya?.” Dan adek akan bilang “iya...aku juga.”

Sementara itu bila sedang “dewasa” ayah akan memberi adek nasihat-nasihat tentang perlunya kita semua termasuk adek untuk senantiasa menjaga kakak, melimpahinya dengan kasih sayang, dan banyak memaafkan kakak. Ayah akan ajak adek berhitung, betapa adek sangat beruntung dibanding kakak yang berkebutuhan khusus;

Coba ingat-ingat dek. Banyak hal yang
dinikmati dan dipunyai adek, tetapi kakak tidak punya. Adek bisa sekolah,
banyak teman, banyak mainan, bisa menikmati hape, main internet, menikmati
acara-acara di TV, film, dan lagu2....serta banyak sekali kenikmatan yang bisa
adek rasakan. Tapi coba lihat kakak. Sehari-hari ya hanya itu-itu saja
kegiatannya. Tidak punya teman bermain, tidak punya hape, lihat TV ya seperti
tidak menghayati isinya.....kakak hanya punya adek, mama, ayah....dan barang-
barang yang sangat terbatas. Jadi kalau adek harus mengalah pada kakak, itu
sungguh tidak sebanding dengan kenikmatan yang bisa adek dapatkan. Siapa lagi
kalau bukan kita yang bisa membahagiakan kakak.


Adekpun akan berkaca-kaca. Mama tahu apa yang ada di hatinya. Keharuan dan welas asih yang luar biasa.

Hal-hal seperti itulah yang setiap waktu kami induksikan kepada adek. Kami tunjukkan padanya supaya seperti kami- yang melihat Wildan sebagai butiran mutiara di lautan pasir, jangan sampai tersapu oleh gelombang. Seperti menjaga manusia lilin yang tak boleh meleleh oleh api, dan seperti pualam yang selalu licin mengkilat dan menyerap zat-zat yang membuatnya sejuk....#lebay dikit tidak apa khan?:)

Kamis, 10 November 2011

Horeee....Jadi Pemenang ISBA 2011





Ya Allah.....blog Wildan dipilih sebagai pemenang Internet Sehat Blog & Content Award (ISBA) 2011 katagori BRONZE minggu ke 28 ini (10/11). Hmm... hadiah istimewa untuk Ultah adekku Om Henry Yudianto Mawardi yang memiliki inisiatif membuatkan blog tersebut. Pas sekali Ultahnya 10 nopember. Dia yang mendesain blog www.anakkuautis.blogspot.com ditahun 2008. Sedangkan diriku tinggal merawat kontennya. Tapi penghargaan ISBA ini membuatku ngeriiii karena harus semakin rajin merawat blog ini lebih bermanfaat dan menginspirasi. Semangaaaat!.

Awalnya saya malah tahu dari seorang teman di fesbuk Mohammad Eddo Sapratama yang menyampaikan pesan selamat dan tautan ISBA 2011. Setelah saya cek..benarlah adanya. Alhamdulillah bila blog tersebut bermanfaat bagi orang lain.
Ini beritanya di DetikInet.com:

Jakarta - Tim Internet Sehat telah memilih dua blog pemenang Internet Sehat Blog & Content Award (ISBA) 2011. Setelah melakukan proses verifikasi dan penilaian, bersama ini kami menyampaikan bahwa blog berikut ini layak dan berhak mendapatkan penghargaan ISBA 2011 untuk kategori Bronze minggu ini, Kamis (10/11/2011):

http://anakkuautis.blogspot.com


Apa sih ISBA?. ISBA 2011 diinisiasi oleh ICT for Partnership (www.ictwatch.com), didukung oleh XL Axiata (www.xl.co.id), Norton Symantec (www.symantec.com), dan detikINET (www.detikinet.com).Teman-teman bisa buka website tentang ISBA di http://isba.ictwatch.com.

Sedikit saja yang bisa saya kutipkan dari website ISBA sbb:

Internet Sehat Blog & Content Award (ISBA) 2011 adalah sebuah penghargaan sepanjang tahun yang diberikan kepada pengelola Blog, Wiki, Forum, Portal dan berbagai jenis layanan konten lainnya, baik perseorangan ataupun berkelompok, yang dengan segenap daya kreatifitasnya telah menuangkan ide, gagasan dan pikirannya dalam bentuk tulisan secara online. Tulisan tersebut tentunya yang harus dapat memberikan ide ataupun mengarahkan pembaca untuk melakukan tindakan yang positif dan bermanfaat, bagi dirinya ataupun masyarakat sekitarnya di Indonesia. Goal dari program ini adalah untuk men-generate tumbuhnya konten-konten lokal sehingga semakin banyak generasi muda Indonesia yang aktif menulis di blog



Jadi, ayo nge-blog yang sehat. Gunakan tehnologi dengan bijak dan positif bagi sesamanya.

Senin, 07 November 2011

Misteri Rumah Bagi Si Dia

Sudah tiga bulan lebih Eyang Teu pindah menetap Malang dari Makasar. Tapi sampai dengan hari ini, Wildan tetap tidak mau masuk rumah Eyang Teu. Kami semua bingung. Setiap mobil masuk area perumahan dimana Eyang Teu tinggal, Widan sudah rewel dan akan semakin rewel saat tiba di depan rumah. Begitu mobil berhenti di depan pagar, Wildan memandang kami dengan tatapan enggan turun, bahkan beberapa kali menahan tanganku atau ayah yang lagi di belakang kemudi supaya tidak turun mobil.


Andaikan kami bisa memaksanya masuk rumah dengan beberapa alasan, dia akan masuk dengan menangis sepanjang tinggal di dalam. Berkali-kali akan terisak sambil bilang, “ulang..ulang.. .(Pulang...pulang).” Segala rayuan yang paling mautpun membuatnya bergeming ingin pulang. Sering Eyang Teu merayunya dengan memberinya kue atau makanan, Wildan akan menerima kue atau makanan tersebut...dengan menangis, kue dan makanan itu cepat-cepat dihabiskan supaya dia punya alasan minta pulang!.


Satu-satunya yang bisa sedikit menahannya adalah bila diminta siram-2 rumput di halaman depan. Itupun kami harus sering-sering ingatkan sebab Wildan suka membelokkan air selang ke halaman tetatngga sebelah atau pada pohon-pohon pinggir jalan yang dibawahnya terdapat modil parkir. Ribet banget deh kalau sudah acara berkunjung ke Eyang Teu.


Memang aneh respon Wildan pada rumah-rumah tertentu dan pada masa tertentu. Ada rumah yang Wildan sangat tidak mau masuk. Ada rumah yang Wildan mau masuk tapi sebentar saja. Dan ada rumah yang Wildan nampak merasa enjoy banget. Sampai sekarang kami belum menemukan faktor-faktor apa yang menyebabkan respon positif dan negatif tersebut.


Dahulu kala (..ketika matahari terbit dari timur), Wildan kecil tidak mau masuk rumah Mbah Buk (Buliknya Mama) di Desa Sidomulyo. Rumahnya besaaar dengan halaman depan, samping dan belakang yang luas. Bila disana, Wildan hanya mau masuk rumah bagian belakang (ruang makan dan dapur) lewat halaman samping. Jikalau dia sempat mau masuk ke ruang dalam, maka dia akan dengan takut-takut menoleh ke ruang keluarga samping sambil matanya melirik-lirik gambar-gambar yang terpaku di dinding dengan ekspresi ketakutan. Terutama gambar kaligrafi, pas photo presiden dan wakil presiden. Belum sempat kita memastikan sebab dia tidak mau masuk ruangan itu, beberapa tahun kemudian dia mau masuk ruang itu dan terlihat enjoy. Yaitu saat ruangan tersebut diganti cat dindingnya dari hijau ke abu2 terang dan digantinya kursi ukiran dengan sofa. Sementara itu satu-satunya kamar tidur yang pernah dia masuk, adalah kamar tidur tante Ulfa yang banyak bonekanya!. Disana Wildan bisa tidur-tiduran santai sambil “menthil” ujung bantal hahaha.


Pada masa-masa itu, bertamu atau berkunjung ke rumah orang lain selalu diawali dengan kekhawatiran, “Wildan mau masuk apa enggak yaaa.”.


Kalau pas dia suka atau enjoy...waduh, bisa juga bikin kewalahan neh. Adalah rumahnya Mbah Dok (Mbah Wedok=mbah putri), orang tuanya Bude Shinta sahabat kami di Areng-Areng (satu dusun dengan kami saat ini). Sekitar tahun 2008-2009 merupakan rumah idola bagi Wildan. Sehari saja kami tidak antar dia kesana.....dia akan rewel dan maksa-maksa kesana. Di rumah Mbak Dok, Wildan keranjingan nge-game di komputer pakde Gun dan makan masakan Mbah Dok, terutama saat itu selalu disediakan nasi panas dari majic jar. Maklum deh tahun2 itu saya belum punya majic jar hahaha...karena kami lebih suka makan dengan nasi dingin  #ngeles.com. Akhirnya saya beli majic itu karena sejak Wildan suka ke rumah Mbah Dok, kalau di rumah sendiri mau makan, Wildan panasi dulu nasi di panci!. Kembali ke ruma Mbah Dok. Selain nge Game dan makan, Wildan bisa juga tidur-tiduran di kasurnya mas Ardha. Rumah Mbah Dok ini ciri khasnya memiliki ruang tamu yang luas, yang digabung dengan ruang nonton TV dengan pembatas bufet saja. Di ruang itulah Wildan menghabiskan waktu dengan bahagia sejahtera.


Pada tahun yang sama dengan kesukaannya di rumah Mbah Dok, sebaliknya Wildan sangat antipati masuk rumah Eyang Ti (nenek) di Desa Sidomulyo. Padahal di rumah ibu saya itu Wildan lahir dan hingga usia 2 tahun tinggal. Hingga dia usia 11 tahun, tidak pernah ada masalah bila diajak ke rumah Eyang Ti. Entahlah, pada 2008 itu Wildan akan menangis bila diajak masuk. Saat lebaran maupun acara-acara keluarga, kami jadi tidak bisa ikut dengan enak karena Wildan hanya mau masuk untuk salaman...trus menangis minta keluar dan tidak bisa kembali lagi. Naun juga tidak disangka-sangka pada tahun 2010, sebaliknya Wildan malah tidak mau pulang ke Areng-2.....minta tinggal di rumah Eyang Ti (bahkan sampai 16 bulan di sana). Ada banyak cerita tentang keberadaannya di rumah Eyang Ti yang telah saya tulis di blog ini. Rumah Yang Ti memiliki ruang tamu yang luas, ruang keluarga yang ngerong (seperti di bawah tanah) dan diatas ruang keluarga adalah kamar tidur masa remaja saya. Pokoknya ruang-ruangnya naik turun deh.


Nah, kami menduga-duga...Wildan akan tidak suka dengan rumah sbb:

1. Terlalu banyak barang, atau
2. Tidak ada majalah sama sekali, atau
3. Nampak suram, atau
4. Agak mistis, atau
5. Tidak ada Televisi, atau
6. Ada banyak kaligrafi, atau
7. Dan masih kami pikir2 yang lainnya

Wildan lebih suka rumah sbb:

1. Sedikit barang, atau
2. Banyak majalah, atau
3. Terang benderang, atau
4. Televisinya dinyalakan, atau
5. Lebih banyak foto/lukisan, atau
6. Selalu ada kue-kue, atau
7. Ada bantal yang banyak, atau
8. Memiliki komputer yang tidak rusak, atau
9. Dsb.
Saya tulis “atau” karena aslinya kamipun masih belum bisa pastikan hehehe.

Rabu, 05 Oktober 2011

Menu Campuran

Hati-hati bila menata menu makan di meja sebab Wildan tidak bisa membedakan mana yang pas. Seperti malam ini, dipiring Wildan tercampurlah menu bakso dengan langut ikan bakar yang bersantan kental!. Duh...jadi merasa bersalah.

Suatu ketika, Wildan juga akan menyampur menu soto daging dengan urap-urap (daun keniker/daun singkong dengan parutan kelapa). Sayur bening gambas dengan kare ayam, dan atau sup dengan pepes pindang. Nasi goreng dengan gulai terong. Alamak, bagaimana ya rasanya?. Sangat mengherankan, ternyata Wildan tetap saja makan campuran itu dengan lahap!. Duhai kekasihku.

Memang, saya yang seharusnya mengatur menu dengan baik hehehe. Namun kadangkala pusing juga memasak apa karena anggota rumah memiliki kesukaan yang berbeda. Ayah paling suka dengan menu berkuah, terutama bakso dan sup yang mana adik tidak suka bakso dan sayur. Adik sangat maniak dengan menu yang berbahan daging ayam dan bumbu yang berbahan kacang dengan segala olahannya, sementara ayah tidak doyan dengan daging ayam. Wildan dan mama adalah pemakan segala masakan tanpa ada penolakan hehehe. Jadi ada saat mama terpaksa memasak masakan yang tidak padan bila dipadukan. Sementara menu yang semua mau/suka adalah tempe penyet, sate, nasi goreng, dan mie saja.

Diantara menu yang semua dilahap Wildan, ada masakan-masakan favorit dia. Seperti Orem-Orem tahu tempe, bakwan jagung, mendol tempe, dan nasi goreng. Andai setiap hari mama masak empat masakan tersebut, niscaya Wildan tidak akan pernah bosan rasanya. Sayangnya tiga diantara empat menu itu kurang disukai oleh ayah dan adik.
Terhadap menu yang disukai, ada perilaku Wildan yang terlihat lucu menggemaskan. Bila kami mengambil untuk makan, Wildan akan mengawasi dan cepat-cepat menutupnya begitu kami selesai menyendok. Seolah takut habis hahaha. Pernah ada tamu (family) yang kami suguhi menu kesukaan Wildan. Eh, Wildan ikut duduk bersama. Saat salah satu tamu ambil orem-orem, tangannya ditahan oleh Wildan supaya ambilnya tidak kebanyakan! Aduh, bikin malu saja.

Tapi begitulah Wildan. Dia lakukan itu tanpa ekspresi kemarahan dan rasa bersalah. Biasa-biasa saja ekspresinya, seolah itu hal yang wajar dilakukan setiap orang. Padahal, kalau sebaliknya kami lakukan padanya...yaitu menahan dia ambil makanan...dia akan memandang kami, seolah bertanya, “kenapa tidak boleh untukkua????”. Hahaha...ah, autisme.

Selasa, 20 September 2011

Adik Adalah Sahabat dan Teraphist

Banyak saudara yang jarang bertemu dan teman-teman kami yang bertanya, “Bagaimana hubungan Wildan dengan adiknya?.”........” Apa Wildan mengerti kalau mempunyai adik?.”......”Apakah adik Wildan bisa menyayangi kakaknya?.”...dst.

Saat mendapat pertanyaan seperti itu, sebongkah haru tiba-tiba menyeruak dalam diri kami karena yang terbayang adalah adik yang luar biasa dan hubungan mereka yang menyejukkan hati.





Adik- Ghulam Ridho Lazuardy- adalah sahabat istimewa Wildan setelah ayah. Sejak kecil baru merangkak, Ghulam sudah menunjukkan ekspresi-ekspresi kebanggan pada sang kakak. Hal tersebut nampak dari pandangan dan sinar matanya saat menatap sang kakak. Selalu matanya berbinar-binar dan berusaha selalu dekat sang kakak. Sementara Wildan sangat cuek, seolah tidak ada orang lain termasuk keberadaan adik. Sementara Wildan sibuk dengan dunianya sendiri, adik selalu mengikuti dengan mata berbinar-binar dan senyum mengembang.

Saat usia dua tahun, Ghulam yang sudah bisa berbicara dan mempunyai banyak teman tetap saja “ngglibet” pada sang kakak. Tidak jarang Wildan merasa terusik dengan kehadiran adiknya. Saat Wildan tantrum, adik adalah sasaran utama. Ditendang, disepak, dibenturkan kepalanya saat kami lengah. Walau menangis, Ghulam masih saja memandang kakaknya dengan cinta.

Teringat saat sekitar tahun 1998 di rumah Ngijo. Ghulam dan Wildan sedang bermain dengan anak-anak sekitar rumah. Suasana ramai ceria. Ada yang berlarian sepeti Wildan, ada pula yang bawa mobil-mobilan. Suatu ketika dengan cueknya Wildan mengambil mobil-mobilan salah satu anak untuk diputar-putar rodanya. Tentu tanpa permisi, main comot begitu saja. Seorang anak yang agak besar nyelutuk, “Wildan khi nakal!.”. Entah apa yang sedang dilakukan adik saat itu, tiba-tiba saja Ghulam meloncat didepan kakaknya....menghadap ke anak yang nyelutuk tadi...Tanganya melentang melindungi sang kakak sambil melotot marah, “kakakku tidak nakal!”. Lalu sepanjang waktu berikutnya, Ghulam tidak mau beranjak dari depan kakak, tidak boleh satu orangpun menyentuh sang kakak.


Ada masa-masa sulit, dimana kami harus pindah kontrakan. Setiap pindah rumah, Ghulam yang beinisiatif memperkenalkan diri dan kakaknya pada teman-teman sebayanya. “hey...namaku Ghulam. Ini kakakku..namanya Wildan. Kakakku autis, tapi jangan takut. Kakak tidak apa-apa.” Itu kalimat perkenalannya. Lalu Ghulam akan memberi instruksi pada sang kakak, “kakak...cium.” Dan Wildan akan mengecup pipi adiknya, “Lho ga papa....kamu juga boleh cium kakakku.".

Empathy Ghulam pada sang kakak luar biasa. Ketika Wildan uring-uringan dan tak terkendalikan, kam mengeluh pada adik, “Dek..mama pusing deh, kenapa sih kakak itu uring-uringan saja?”. Sambil main mobil-mobilan Ghulam menjawab sambil lalu, “Kakak itu sedih maaa...karena mama marah-marah terusss.”..... atau adik akan menegurku, “Kakak itu...ingin mama lihat lukisan yang baru dibuatnya.”. Sejak mengerti sekitar usia SD hingga sekarang, Ghulam selalu antusias untuk menterjemahkan apa keinginan kakak. Pun pada saat kami tidak mengerti apa arti gambar kakak ketika dia meminta sesuatu. Ghulam akan mencoba menterjemahkan walau salah...sampai kakaknya diam tidak rewel karena kami tidak mengerti maksud dari gambarnya. (Kadang kalau dia minta sesuatu, kami instruksikan...”Apa?...gambar...”).



Rasanya, mereka berdua juga pribadi yang saling melengkapi. Secara fisik, Wildan gendut, adik ceking hehehe....Wildan suka sayur tidak mau buah, sebaliknya Ghulam tidak suka sayur dan sangat maniak buah-buahan. ....Kalau makan telur, Ghulam suka putih telur..sementara Wildan suka kuningnya. Dimasa usia TK, kalau Ghulam makan dengan telur, dia akan sisakan kuning telur dan bilang, “Ini nanti untuk kakak....ini kesukaan kakak.”. Akhirnya, Wildanpun kalau kami ajak beli kue, dia akan ambil dua kue yang sama...ternyata yang satu untuk adiknya.

Saat usia SD, setiap libur sekolah....Ghulam selalu punya inisiatif untuk ikut antar kakaknya sekolah autis maupun inklusi. Lalu dia akan menunggui kakaknya hingga jam pulang, sementara mama atau ayah habis mengantar langsung kerja dan nanti menjemput mereka kembali. Wildan sangat senang kalau adiknya ikut menungguinya. Adik dituntun...dan dikenalkan pada guru-gurunya (disuruh salaman ke guru). Lalu Wildan sibuk carikan adik kursi di sebelahnya (terpaksa temannya sebangku mengalah hehehe). Sebaliknya, waktu Ghulam TK dan SD.....kalau Wildan kami ajak menjemput adik, adik juga tidak malu memperkenalkan kakak kepada teman-teman sekolahnya.

Banyak hal Ghulam berinisiatif untuk mencarikan kegiatan bersama dengan sang kakak. Entah itu main bola, main banteng-bantengan, jumpritan, main layan-layang (walau kadang adik terlalu asyik dengan teman sebayanya dan sedikit mengabaikan sang kakak)...... Saat masih usia SD hingga Ghulam kelas VII kadang mereka kemping di ruang tengah..... Tidak jarang, Ghulam libatkan kakak menggoreng telur atau jamur dan membuat mie di dapur. Wildanpun jadi patuh sama sang adik. Bahkan mengalahkan kepatuhannya pada kami.

Ghulam pula yang bersihkan kakak saat buang air besar manakala saya dan ayah tidak di rumah. Bila harus pembantu yang bersihkan kakak, tidak jarang Ghulam akan cek ulang, dan bila kurang bersih, pembantu diminta mengulang bersihkan kakaknya. Suatu ketika, saat Ghulam sudah sunat (kelas VI SD) sepulang dari kantor Ghulam bilang, "Ma, tadi kakak habis buang air besar dan bersihkan bokongnya sendiri."....Saya respon, "Lho, adik kemana?."...Dia jawab, "Aku ada, tapi sekarang lho aku merasa jijik kalau bersihkan kakak karena kakak sudah besar."...Deg! dalam hatiku. Ghulam melanjutkan, "Jadi tadi kakak kuajari bersihkan sendiri. Aku yang pegang gayung air, kuguyur bokongnya, kakak bersihkan dengan tangannya sendiri." Masih sedikit kecewa, "Bersih enggak ya dik?.". Dengan antusias Ghulam menjelaskan, "Bersih kok. Sudah kulihat. Kucium bokongnya juga tidak bau. Tadi kakak juga kuajari cara menyabunnya.". Oalah.....mama dan ayah lebih tidak tega..bukannya tidak mau...mengajari kakak bersihkan sendiri, namun apa yang dilakukan Ghulam adalah hal yang baik. Dengan demikian Wildan akan semakin mandiri merawat dirinya. Sejak saat itu, kami sepakat tidak membantu Wildan bersihkan diri sehabis buang air besar. Ada saat kami sangat tidak tega, terutama ayah - bila Wildan dengan kepolosannya minta dibersihkan. Tetapi demi kebaikannya, kami harus tega!. Sekarang Wildan sudah sangat mandiri mengurus diri sendiri.

Memanglah dengan bertambahnya usia, tentu Ghulam juga mempunyai kehidupan sendiri sebagai remaja. Kadang saya takut Ghulam merasa harus sering berkorban untuk kakaknya. Saya khawatir dia merasa selalu harus mengalah, dst. Untungnya, ayah sering mengajak Ghulam bicara sebagai "lelaki". Tidak bosan, ayah selalu memberi pengertian pada Ghulam, betapa dia harus lebih bersyukur dibanding kakaknya. Ghulam mempunyai banyak teman, banyak mainan, banyak kesempatan, banyak keahlian...sementara kakaknya sungguh sangat terbatas. Maka, siapa lagi yang akan mengerti tenang kakak kalau bukan saudaranya (adik Ghulam), mama, dan ayah. Begitu petuah ayah setiap waktu pada Ghulam.

Setahun yang lalu, saat Ghulam kelas satu SMP....eyang Ti menyampaikan keresahannya pada Ghulam....mama di kamar dengar pembicaraan mereka, “Dek, kakak besuk bagaimana ya kalau sudah besar? Kakak kerja apa?.”. Tanya eyang Ti. Ghulam menjawab serius, “Kakak itu besuk ikut aku, Yang....kakak menjadi tanggunganku.”.

Adik juga pernah bicara denganku, “Ma, do’akan besuk aku sukses ya?. Kalau aku kaya, kakak akan kubuatkan galeri...jadi kakak bisa melukis disitu sambil menjual lukisannya.”. Oh, dalam hati aku menyimpan pesannya itu sebagai amanah kepadaku...akan kudo’akan nak....walaupun kakakmu kelak bisa mandiri. Tetap kudo’akan. Kalian akan bersama-sama mewarnai hidup kalian bersama, saling mengisi dan saling membantu.

Jumat, 16 September 2011

Cabut Uban

Paling “sebel” kalau sudah lihat Wildan kencan dengan Ayah. Soalnya bisa berjam-jam mereka “autis” pada kami. Sibuk kegiatan berdua. Tidak di kamar, di depan TV, di Gazebo, bahkan di dapur!. Walau sesekali terdengar “jeritan” Ayah...atau suara kemarahan Wildan, namun mereka tetap saja lakukan kegiatan tersebut.

Apa siiiiih?

Cari uban!. Nah lho. Wildan paling teliti dan serius kalau sudah cari uban di kepala dan jenggot Ayah. Malah sudah bisa dibilang kecanduan. Begitupula dengan sang Ayah, sehari saja tidak dicabuti ubanya oleh Wildan juga nampak “limbung” hihihihi. Mama pikir-pikir, kegiatan tersebut banyak manfaatnya juga bagi autisme Wildan. Antara lain, melatih kesabaran Wildan, melatih motorik halus Wildan, juga sebagai “teraphy” pusing bagi Ayah hahaha.

Lucu-lucu kisah cabut uban oleh Wildan. Selain ayah, biasanya eyang Teu juga menjadi langganan Wildan. Mereka minta Wildan harus cari yang pendek dan sudah putih. Katanya uban yang seperti itu, bikin guatel. Nah, kalau Wildan berhasil cabut uban yang pendek, dia akan tunjukkan pada ayah atau eyang Teu. Dikumpulkan di tangan beliau. Tapiiii....kalau yang tercabut adalah uban panjang, Wildan akan cepat-cepat membuangnya...hehehe....kalau yang tercabut rambut putih yang ujungnya masih hitam, segera Wilan memotongnya: yang putih ditunjukkan sementara yang hitam cepat-cepat dibuang hahaha...takut dimarahi juga rupanya!.

Hasrat Wildan untuk cabut uban, kadangkala kelewat semangat. Bila ada tamu berambut uban, waduh...kami kewalahan juga menekan keinginan Wildan mencabutinya. Iya kalau tamunya berkenan, kalau tidak khan berabe!. Tamu-tamu yang sudah dekat dengan kami sih kebanyakan maklum. Bahkan malah nawarin Wildan. Tidak jarang para tamu jadi terkantuk-kantuk keenakan dicabuti ubannya oleh Wildan. Bagi yang baru tahu, hati-hati... kalau anda yang beruban kerumah kami, siap-siap melihat Wildan mondar-mandir dengan pinset di tangan. Siap memangsa kepala anda hahaha.

Barangkali, rambut putih membawa sensasi tersendiri bagi Wildan. Suatu ketika kami curiga, kenapa Wildan sembuyi-sembunyi bawa piring kecil isi makanan ke teras. Setelah kami intip, rupanya Wildan lagi asyik cabuti bulu kucing!!!!. Kucing tersebut warna putih. Nah lho...di badan bagian sampingnya sudah botak. Trik Wildan, kucing tersebut diberi makan. Saat makan dengan aman sentosa dia bebas cabuti buku kucing itu. Heran, kucingnya kok ya mauuuuu..meooong.



Kalau kami ajak ke pasar, Wildan juga gatal ingin cabut bulu yang masih ada di daging ayam!. Terutama yang bercokol di sekitar “brutu” dan sayap ayam. Biasanya daerah tersebut memang agak susah dan sering kurang bersih dicabuti oleh para penjual daging ayam. Setiap kali lewat penjual ayam potong, Wildan menunjuk..”Ik..ik..”. tentu saja kularang. Tapi sesekali kuajak berhenti dan dia akan menyempatkan cabut satu dua bulu.

Kupikir-pikir lagi.....apa di rumah kupasang plang “Terima Cabut Uban dan Bulu Putih, Ongkos Rp. 50.000 perjam” yaaaa?????.

Jumat, 09 September 2011

#bookyourblog

Leutika Prio Self Publishing mengadakan Lomba Event membukukan Isi Blog!. Ide itu sangat cerdas dan solutif.


Media online merubah dunia komunikasi secara revolusioer. Terutama berkomunikasi secara tulis. Sebelum ada media online, menulis terasa begitu sulit. Hal tersebut disebabkan adanya jarak waktu antara munculnya "inspirasi" dan kemampuan menuangkan inspirasi tersebut dalam bahasa tulis. Media online terasa tidak membatasi bentuk tulisan kita sehingga kita tidak takut salah. Seiring dengan waktu, kebiasaan menulis itu akan dengan sendirinya sebagai proses belajar untuk segera menulis yang baik. Begitupula membaca melalui media online juga sangat menyenangkan karena bisa memunculkan banyak warna dan gambar sehingga tidak membosankan. Tidak kalah penting adalah sifatnya yang "real time" sehingga dalam berkomunikasi, baik sebagai penulis maupun pembaca, kita disuguhi informasi dan perasaan yang terbaru.


Kehadiran media online membuat kehidupan lebih kaya akan berbagai hal. Namun sayang, tidak semua orang bisa memanfaatkan media online. Selain kendala teknis, kendala budaya juga menjadi penyebab adanya gap di kalangan masyarakat tersebut. Nah, event yang diselenggarakan Leutika Prio ini menurut saya merupakan solusi yang tepat. Tulisan dalam Blog yang dibukukan merupakan jawaban untuk mengurangi gap dalam komunikasi di era cyber. Masyarakat dengan budaya "bhttp://www.blogger.com/img/blank.gifuku cetak" tetap bisa mendapatkan informasi dari cyber society yang sangat dinamis. Sebaliknya, para penulis blog juga akan mendapatkan dokumen karya melalui buku cetak yang bisa dibawa, disebarkan, dan dipajang.


Bagaimana bila Blog tentang Wildan ini diikutkan lomba yaaa?

Ingin ikutan? cek ini: http://www.leutikaprio.com/

Twitter: @leutikaprio

http://www.facebook.com/leutikaprio

Selasa, 06 September 2011

Sholat Idul Fitri Yang Pertama



Selasa (30/09) adalah awal bulan syawal terindah bagi kami. Menutup Romadlon yang juga sangat membahagiakan (karena kembalinya Wildan ditengah-tengah kehidupan kami di rumah Areng-areng, setelah 15 bulan lebih dia di rumah Eyang Ti dan ini tahun pertama Wildan Puasa Romadhon), setelah berusia 15.5 tahun Wildan mengikuti Sholat Idul Fitri!.


Hari itu pagi jam 5 pagi Wildan mandi dalam urutan kedua setelah Eyang Teu (Eyang Makasar yang tahun ini bersama kami Sholat Id di Malang). Seperti biasa, dia memilih baju sendiri. Dia belum tahu kalau akan kami ajak Sholat Id. Lalu bergantian kami mandi, hingga kami semua rapi dengan baju untuk Sholat. Baru deh Wildan kuberi baju koko barunya (Jika Wildan sudah rapi duluan, malah bikin kami panik sebab dia pasti tidak sabar untuk segera berangkat). Supaya mau, saya bilang, "Wildan, ayo pakai baju baru..kita pergi ke kampus, sholat di Lapangan Helly." Pokoknya ada kata-kata "PERGI" hehe. Dengan senang Wildan kenakan bajunya. Itu baju yang dia pilih sendiri ketika kami membeli di Sidoarjo seminggu sebelumnya.




Sampai di UMM, parkiran sudah penuh sehingga ayah meminta kami berempat turun lebih dahulu sementara ayah mencari tempat parkir. Mama dan Eyang Teu gandeng tangan Wildan yang nampak ceria. Adik mencari tempat sholat, sementara Wildan direncanakan ikut dalam shof wanita saja bersama mama dan Ayang Teu. Kami memilih yang paling belakang sebagai jaga-jaga apabila Wildan “trouble”. Tidak lama, sholat dimulai.


Saat sholat, tentu saya tidak bisa kusyu’ karena deg-degan Wildan bikin “ulah”. Rakaat pertama, Alhamdulillah Wildan mengikuti dengan lancar. Takbir, ruku’, dan sujud. Meskipun tidak “tumaknina”, dan Wildan selalu sujud mendahului imam hehehe. Rakaat kedua..nah!. Habis takbir pertama, aman. Takbir kedua...Wildan langsung ruku’....walah...kulirik dia tolah toleh...lalu diam-diam dia ikut sendekap lagi. Takbir ketiga...Wildan langsung ruku’ lagi..hehe..dia tolah toleh..lalu diam-diam ikut sendekap lagi....(mungkin dia mulai bingung hiks.)...Takbir keempat....sebelum kecele ruku’ lagi, Wildan tolah-toleh dulu....hahaha....trus mungkin untuk menutupi malu, dia cium Eyang Teu (pasti Eyang juga jadi tidak kusyu’ deh). Begitulah....hingga dua rakaat ditutup dengan salam, Wildan mengikuti penuh.


Saatnya dengar ceramah. Wildan duduk bersila dengan santai. Tidak “bersuara”, tapi wajahnya penuh dengan senyuman gembira. Eyang juga nampak bahagia karena baru tahun ini bisa Sholat Id bersama Wildan (dapat ciuman lagi hahaha). Mereka berdua nampak mesra. Menjelang akhir ceramah, Wildan menoleh menatap eyang....tiba-tiba dia tersenyum lebar dan sedikit mengangkat pantatnya yang kiri...lalu terdengar “duut!” Aduh mak!...Wildan kentut!. Kami bertiga tertawa...aduh, untung duduk paling belakang dan Wildan duduk ditengah-tengah antara mama dan eyang....untung tidak berbau dan semoga tidak ada yang mendengar .


Saat usai semuanya, kami berjalan bergandengan....adik dan ayah terpisah sudah. Wow.....berjubel orang menuju jalan keluar di jembatan depan kantor satpam. Saya sudah khawatir Wildan akan rewel ditengah-tengah kerumunan itu. Alhamdulillah, ternyata tidak juga. Meski berjubel-jubel, Wildan nampak santai saja..malah beberapa kali dia berjalan di depan kami menerobos mencari jalan. Sampai di tempat parkir yang jaraknya sekitar 100 meter, Wildan tidak rewel sama sekali.

Itulah pengalaman pertama Wildan ikut Sholat Id di usia 15.5 tahun. Selama ini kalau sholat id, mama dan ayah bergantian nemani Wildan melihat Sholat dari dalam mobil saja. Kami selalu mencari tempat sholat id yang terbuka dan bisa dilihat dari lokasi parkiran. Biasanya di halaman SDN Sengkaling karena kami bisa melihat dari parkiran di depan Warung SS (atau depan kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kab.Malang). Bukan apa-apa, kami takut perilaku Wildan mengganggu kekusyukan para jamaah sholat. itupula yang menjadi alasan kenapa kami belum memperkenalkan Wildan sholat di masjid.


Saat masih tinggal di Dau, usia Wildan kira-kira 7-8 tahun, dia suka ke musholla dekat rumah. Tapi Wildan tertarik dengan kabel dan microfon. Saat itu, dia suka merebut microfon orang yang sedang berbicara melaluinya. Trus juga Wildan tidak bisa duduk atau berdiri diam. Pasti dia akan jalan-jalan di musholla. Disamping itu hingga sekarang, Wildan masih suka keluarkan gumaman dari mulutnya. Tentu semua itu akan mengganggu konsentrasi para jamaah.

Terimakasih ya Allah, tahun ini kasih sayangMu begitu nyata. Semoga Sholat Idul Adha ke depan dan Sholat Id dari tahun ke tahun selanjutnya Wildan bisa mengikuti. Termasuk puasa romadhon dan sholat fardlu yang masih sangat jelek kwalitas maupun kwantitasnya.

Jumat, 26 Agustus 2011

Rekaman Dedaunan

Taman dan tanaman di rumah sekarang menjadi akrab dg Wildan. Bagaimana tidak, Wildan sangat konsisten menjalankan tugas menyiram tanaman setiap hari. Melakukan itu, terlihat Wildan sangat enjoy. Meskipun udara sangat dingin akhir-akhir ini, tugas tersebut selalu dikerjakan dengan baik. Meski akhirnya kaos kaki dan bajunya basah (kaos kaki yang basah, akan segera disetrika olehnya). Tidak pernah telat.




Entah apa yang ada dalam pikirannya tentang tanaman, tapi Wildan telah merekam tanaman tersebut dalam goresan-goresan kursor words paint di laptopnya. Daun agaknya menjadi perhatian tersendiri bagi Wildan. Daun-daun yang dimakan ulat sehingga bolong, tetap menjadi objek yang mengasyikan untuk digambar oleh Wildan.

Sabtu, 13 Agustus 2011

Hikmah Bulan Romadhon


Alhamdulillah, sudah 10 malam Wildan di rumah Areng-areng lagi. Tepatnya sejak nenek harus opname di rumah sakit, kamis 4 agustus 2011. Hari pertama puasa romadhon, Wildan dan nenek tidur areng2 tapi senin 1 agustus saat nenek harus pulang, Wildan ikut lagi ke Sidomulyo. Kamis usai taraweh, kami ke Sidomulyo mendapati nenek yg sedang menggigil sakit di kamar Wildan. Mereka hanya berdua. Kami panggilkan dokter, katanya hanya masuk angin. Lalu nenek dan Wildan kami bawa ke rumah Areng2 supaya mudah merawatnya. Hingga jam 23-an nenek semakin panas. Akhirnya kami bawa ke rumah sakit dan harus opname hingga Minggu. Selama itu saya nungguin nenek. Praktis Wildan harus di rumah Areng2 dengan ayah dan adiknya.

Ternyata Wildan sangat mengerti. Begitu diajak nengok nenek di rumah sakit, Wildan melihat sendiri bahwa nenek tidak mungkin pulang dengannya. Dipijitnya kaki nenek. Diperiksa selang infus. Lalu lihat tangan neneknya. Saat harus pulang bezoek, Wildan juga mau salim sama nenek. Kata ayah, di rumah Wildan juga tidak rewel. Minggu nenek pulang dari rumah sakit dan Selasa nenek pulang ke rumah Sidomulyo, Wildan juga tidak rewel diajak pulang lagi ke Areng2. Sampai saat ini. Apalagi Rabu nenek juga kembali kami jemput ke Areng2. Hari ini, Minggu 14 Agustus nenek akan pulang lagi ke Sidomulyo. Semoga Wildan tidak minta pulang ke Sdomulyo lagi.

Selama di rumah areng-2, Wildan punya kegiatan tetap: menyiram bunga di taman depan maupun di taman samping. Setiap waktu dia inginkan hehe. Sehari bisa empat kali dia menyiram bunga. Selain itu, dia dengan tertib akan cek apakah handuk adik sudah dijemur, piring2 sudah dicuci atau belum, dan selalu buka gembok pintu pagar sebelum adiknya berangkat sekolah. Lalu Wildan akan ikut saya antar adik sekolah dan dilanjutkan dengan belanja.

Rutinitas kami di bulan puasa Romadhon ini rupanya juga diamati oleh Wildan. Sudah empat hari ini Wildan ikut puasa!. Saat sahur dia ikut bangun dan makan. Lalu sepanjang hari dia tidak makan dan minum lagi hingga tiba berbuka. Mula-mula kami mengira Wildan tidak berselera dengan nasi yang kurang lembek (dia suka nasi lembek. Dan kadangkala menangis kalo nasi agak keras). Namun, saat saya sediakan juga nasi lembek..ternyata memang benar dia juga tidak tertarik. Rupanya Wildan ingin juga puasa!. Alhamdulillah.....walau kami tidak tega sebenarnya mengingat selera makannya itu luar biasa. Tapi karena itu keinginannya sendiri, kami mensyukuri betul.

Kami tersenyum geli saat menunggu adzan magrib. Wildan akan periksa apa yang terhidang. Begitu adzan tiba, sama dengan yang lain...Wildan akan ikut menyerbu hidangan takjil terlebih dahulu. Lalu dengan tergpoh-gopoh, Wildan segera mengambil nasi dan lauk pauknya. Lahap sekali makannya hingga tuntas. Tidak seperti biasa, selama puasa kalau makan dia tidak pernah nambah. Seolah memberi tahu bahwa dia makan secukupnya.

Ada peristiwa lucu pada hari keempat. Selama puasa, kami tetap menaruh kaleng biskuit di meja makan. Khawatir bila Wildan lapar di siang hari. Namun, selama dia puasa Alhamdulillah tidak tergoda mengambil biskuit tersebut. Begitupula dengan minuman, Wildan tidak minum sama sekali sepanjang hari. Padahal juga biasanya luar biasa banyak minum air putih. Nah, sabtu kemarin....sepulang dari kampus jam 12.30-an (dia dengan suka ria ikut saya ke kampus sejak jam 8 WIB), Wildan buka kaleng biskuit. Tapi dia ambil remah-remahnya saja. Saya pura-pura tidak lihat. Eh, lalu dia buka kaleng biskuit lagi. Pas nenek melihatnya. Nampak Wildan malu. Dia ambil cuma setengah potong sambil tertawa lalu lari keluar ke gazebo dan cepat-cepat memakan biskuit tersebut. Setelah itu dia puasa lagi hingga magrib tiba!.hahaha

Ya Allah...kami sangat bahagia dengan semua ini. Wildan semakin mengerti dan semakin bisa kendalikan diri. Tatapan matanya juga semakin lama. Saat dia “berkomunikasi’, selalu menatap mata orang yang diajak berkomunikasi hingga selesai “pembicaraan”. Ciri utama anak autis adalah menghindari tatap mata dengan orang lain.

Jadi teringat 3 bulan pertama intervensi dilakukan saat Wildan berusia dua tahun. Tiga bulan pertama itu, Wildan hanya diajari dan dipaksa mau kontak mata. Begitu memang metode Lovaas yang diterapkan oleh Cakra Autism Therapy Centre. Tentu saat itu begitu sulit. Wildan mengamuk. Meja dan kursi belajarnya dilempar. Dia mengompol di ruang kelas. Pelatih dilempar botol susu. Teriak. Menangis, dan membangkang luar biasa. Segala macam prompt (bantuan) juga nampak sia-sia. Baik model prompt, visual prompt, apalagi phyisic prompt...(aduh! Saat menulis ini Wildan menggelendot dibelakang pundakku, ikut membaca. Bahaya nih, jangan-jangan dia mengerti sedang kutulis hehe. Tapi lanjut saja deh karena dia senyum-senyum sambil sesekali ciumi pipiku).

Saat itu, begitu Wildan mau menatap mata pelatihnya walau hanya satu detik...sudah merupakan pencapaian luar biasa. Dua detik, tiga detik, empat detik...selalu disertai dengan reward untuknya. Tidak terbayangkan saat itu bahwa sekarang dia sudah mau kontak mata sepanjang “berkomunikasi”.

Pada proses intervensi dan eksperimen saya dengan bu Anne (teraphist), akhirnya dikemudian hari kami menemukan bahwa melatih Wildan efektif dengan metode Model Prompt. Itupula barangkali, saat ini tanpa diminta dan diajarkan, Wildan empat hari ini mau berpuasa romadhon. Dia mengamati kami sebagai model dengan rutinitas kami selama puasa ini Subhanallah.

Senin, 25 Juli 2011

Hari Pertama Pulang dan Kenakan Kaos Lukis


Minggu, 23 Juli kemarin Wildan ikut arisan keluarga Jurusan. Sepanjang arisan lebih kurang 3 jam dia nampak enjoy saja. Duduk dengan tenang diantara ibu-ibu dan anak-anak yang lain. Tidak rewel sama sekali dan tidak tantrum. Ini pertama kali Wildan silaturahmi keluar rumah setelah 15 bulan tidak mau pulang ke Areng-Areng dan “bertapa” di rumah Sidomulyo-Batu.

Awalnya, 22 Juli siang mama ke rumah Sidomulyo sepulang dari kampus. Sekitar jam 15.30 WIB saat mau pulang, mama ajak Wildan bersama nenek ikut pulang ke Areng-Areng. Wildan merespons dengan melepas kaos kaki, lalu memberesi laptopnya. Ganti baju dan siap ikut pulang. Suatu kejutan tersendiri. Cepat-cepat nenek juga ganti baju sebelum Wildan berubah pikiran. Lalu bertiga kami meluncur ke Areng-Areng. Sampai rumah Areng-Areng, Wildan juga nampak biasa saja, enjoy dan ceria. Adik menyambut dengan pelukan hangat. Lalu mereka berdua sibuk membuka laptop kakak dan nge-game. Kakak keluar halaman menyiram bunga-bunga.

Menjelang isya’, sesekali Wildan menunjuk ke arah Kota Batu. Isyarat dia ingin pulang ke Sidomulyo. Tapi kami kompak hanya bilang, “iya..tunggu ya.” Begitu terus sambil mama dan nenek pijat-pijat kaki Wildan hingga dia tertidur. Bangun pagi, udara masih dingin sekitar jam 05.00 Wildan bangun. Tapi dia masih bermalas-malasan di bawah selimut. Malah mengambil tanganku, ditaruh di bawah pipinya sambil dia pejamkan mata. Duuuh.....nyaman sekali menyentuh pipinya yang empuk! Hahaha. Lalu kesibukan pagi kami isi dengan menyiapkan sarapan dan anak-anak mandi. Pas jam 09.00 saya minta anak-anak siap untuk berangkat ke arisan di Karangploso, “Wildan, ayuk kita pergi yuk, pake baju bagus.”.

Siang itu Wildan kenakan T-Shirt putih dengan gambar lukisannya. Wildan nampak senang sekali lukisannya ada di kaos. Itu akan menjadi produk komersial Wildan yang pertama, yang kami harapkan kelak bisa menjadi salah satu sumber ekonomi bagi dirinya sendiri. Selain juga sebagai apresiasi atas karya lukisan Wildan.

Lukisan yang kami print di kaos adalah lukisan segerombol ayam dengan dominasi warna kuning tanah. Lukisan Crayon dengan media kertas poster. Lukisan yang dia buat saat di halaman samping kami gunakan untuk tempat transit ayam yang akan di potong (sekarang area itu sudah menjadi taman dengan kolam ikan dan gazebo mini). Sekitar tahun 2008. Dia melukis induk-induk ayam dengan beberapa anak ayam. Uniknya dalam dunia Wildan, induk-induk ayam tersebut “hamil” atau mengandung anak ayam di perut. Khas dunia anak.

Jumat, 20 Mei 2011

Avatar Wildan


Apa yang bisa kutulis, anakku?. Betapa susah mendapatkan feel tanpamu dalam keseharian ini.

Beberapa hari ini ayah, mama, dan adek merasakan pandangan kakak sepertinya sedang sediiih. Matanya sayu walau wajahnya tetap bercahaya. Mama tidak seberani ayah dalam mengungkapkan perasaan tentang keadaan Wildan karena mama tidak mau terjebak dalam kesedihan dan membuat suasana menjadi sedih atau pesimis. Berat rasanya menyimpan semua dalam hati!.

Minggu ini, ayah membuatkan account untuk Wildan di facebook. Ayah berharap mama ikut meramaikan status tersebut. Tapi, mama hanya diam. Hanya bisa mengikutinya tapi tidak aktif mengisinya. Mama tidak berani mencegah, namun juga tidak berani terlibat. Hari-haripun berlalu sejak itu, dan ayah larut dengan status Wildan. Baru pagi tadi mama sedikit buka suara, “kenapa ayah lakukan itu?.”. Ayah jelaskan, akhir-akhir ini dia melihat Wildan seolah sangat sendirian, jauh dari masyarakat bahkan jauh dari orang lain. Dimata ayah, hari-hari Wildan begitu terasa sepi dan sendiri. Jadi ayah ingin Widan dikenal oleh oran lain, eksistensinya dikenal oleh banyak orang melalui facebook.

Ayah menciptakan avatar Wildan di dunia maya sehingga Wildan nampak eksis, berinteraksi, dan berkomunikasi dengan orang lain. Kini teman Wildan banyak. Baik dari teman ayah, teman mama, dan teman adek. Teman-teman tersebut menerima eksistensi Wildan, berinteraksi dan berbicara dengan avatar Wildan. Apa dayaku bila itu bisa membuat ayah merasa kehidupan Wildan sama dengan kehidupan kami??.

Mama tidak bisa membicarakan ini lebih jauh lagi.

Senin, 04 April 2011

Tulisan Gado-Gado

Hampir dua bulan tiada satupun tulisan di blog ini. Berawal dari kesadaran saat Ulang Tahun Wildan 10 Februari 2011 lalu. Kesadaran yang mengacaukan perasaan kami, bahwa tahun ini Wildan sudah berusia 15 tahun. Usia remaja yang mestinya dia lalui ceria dengan banyak teman-teman sekolah, sepermainan, dan seusianya. Namun, dia terlalu sibuk dengan kesendirian. Dia terlalu asyik dengan dunianya yang sunyi.


Pagi itu si ayah menangis terus setiap kali mengingat usia anak kami. Dan akupun tidak bisa berbuat apa-apa. Berbicara hanya akan menambah kesedihan. Menulis tentang Ultahnya hanya akan mengiris hatiku. Aku hanya bisa menghindari pertemuan bahkan tatapan mata dan pembicaraan. Sejauh mungkin kuhindari berada dalam satu ruang yang sama dengan si ayah..... karena aku juga tidak tahu harus gembira ataukah sedih bersama. Tidak ada satupun yang mampu saling menguatkan.


Malam sepulang kerja, kami bertiga baru mampu ke rumah Batu. Menjemput Wildan untuk makan di luar. Dia memilih menu Fried Chicken, cola, dan ice cream. Kami biarkan dia makan dua porsi karena melihat wajahnya yang sangat berhasrat. Kami puas-puaskan memandang wajahnya. Ayah memotretnya berulang kali. Rekaman itu tidak bisa kami urai sepanjang dua bulan ini.

Anakku,

pasti kau bahagia dengan takdir yang penuh kasih ini.

Tuhan kita lebih tahu yang terbaik untukmu,

untuk kami, dan

untuk kita.

Masa remajamu,

teman-temanmu yang sempurna,

segala kesenangan di setiap usiamu,

telah disediakan olehNya dalam ruang dan waktu yang berbeda.

Kita saja yang tidak mampu melihat.

Kita yang tidak mampu bersabar.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hari ini ayah di Kendari, dan adik sedang keluar rumah mencari sesuatu dengan teman sekolahnya. Kubuka laptop dan mulai menulis tentang Wildan. Terakhir aku menemuinya jum’at 1 April lalu. Semakin ganteng, bersih, dan lembut perilakunya. Berada dekat Wildan adalah kenyamanan dan kedamaian.


Ada sebersit kerisauan soal keterikatannya pada ibuk (neneknya). Meski sehari-hari nenek sering keluar rumah karena kesibukan sosialnya, Wildan bisa mengurus diri sendiri. Namun manakala lewat jam 16.00 WIB nenek belum juga pulang, Wildan mulai gelisah. Dia akan berulang kali menggambar wajah nenek dan menunjukkan pada tantenya. Sekali waktu kegelisahannya itu berwujud agresivitas dengan menyakiti diri sendiri atau orang lain. Sesekali dia akan menangis penuh kemarahan. Sekonyong-konyong begitu nenek datang dan menyapanya, “Kakak....”, maka Wildan segera mengusap air matanya dengan cepat dan kembali ceria.


Agaknya dia merasa nyaman bila ada nenek. Walaupun kalau nenek berbaring di kamarnya, Wildan tidak mau masuk kamar tersebut. Nenek juga tidak boleh pakai selimutnya. Kalau nenek berbaring di kamar, selimutnya segera disingkirkan di pojok kasur. Sebagai kompensasi, dia akan ambilkan nenek selimut dari kamar nenek sendiri.

Sesekali Wildan menggoda nenek dengan merubah saluran TV dari TV Nasional yang disukai nenek ke saluran TV lokal kesukaan Wildan. Tapi saat merubah saluran tersebut sambil melirik nenek dan senyam senyum. Dia tahu pasti nenek akan marah atau jengkel. Sebelum nenek buka suara, cepat-cepat dia kembalikan ke saluran TV nasional lalu lari keluar kamarnya sambil tertawa. Begitu seterusnya, kadang mereka ribut berdua gara-gara TV. Perilaku itu nyaris seperti anak-anak lain, bukan????.


Dalam banyak hal relasinya dengan nenek, Wildan mampu berkompromi. Kecuali ritual harus ada kue dan air putih sehabis dia cuci muka di pagi hari. Setelah itu mandi sendiri, dan menunggu sarapannya.....setelah itu dia mandiri melakukan kegiatannya sepanjang hari. Kisaran jam 15-16 dia mandi sore dan ganti celana panjang menunggu orang-orang rumah datang. Kisaran jam 20-21 Wildan sudah berbaring manis di kamarnya. Banyak aturan nenek yang dia jalankan dengan penuh kepatuhan. Terlihat sekali upaya Wildan menjaga supaya nenek tidak marah atau kecewa padanya. Seolah dia takut tidak dikehendaki di rumah nenek!.

----------------------------------------------------------------------------------------------------

Hari ini aku punya jadwal dengan adik mengambil pigora untuk dua lukisan Wildan. Lukisan lama yang ditorehkan di atas kertas dengan warna krayon. Minggu lalu, aku dan adik memilih gambar barongsai dan gambar sket anak-anak yang akan dipigora. Masih ada 12 gambar lagi yang menunggu giliran dipigora. Entah kapan, kalau sudah tersedia anggaran Hehehe.


Seorang sahabat menyarankan lukisan Wildan dijadikan lukisan kaos, lalu dijual terbatas. Boleh juga. Sejauh ini belum terpikirkan sampai disitu. Padahal tempat tinggal Wildan sekarang adalah daerah wisata. Dekat hotel dan objek wisata alam. Hmmmmm....usulan yang sangat oke. Berarti langkah pertama adalah mencari sampel kaos dan tempat printing yang oke. Bila perlu Wildan dikenalkan dengan cat khusus untuk kaos. Jadi dia bisa langsung melukis di kaos tanpa lalui Printing.

Wah itu akan sangat mengasyikan!. Terimakasih mbak Khoiriyah Trianita.

Siapa yang pesan? .....haha...ayo...ayo!

--------------------------------------------------------------------------------