Selasa, 20 September 2011

Adik Adalah Sahabat dan Teraphist

Banyak saudara yang jarang bertemu dan teman-teman kami yang bertanya, “Bagaimana hubungan Wildan dengan adiknya?.”........” Apa Wildan mengerti kalau mempunyai adik?.”......”Apakah adik Wildan bisa menyayangi kakaknya?.”...dst.

Saat mendapat pertanyaan seperti itu, sebongkah haru tiba-tiba menyeruak dalam diri kami karena yang terbayang adalah adik yang luar biasa dan hubungan mereka yang menyejukkan hati.





Adik- Ghulam Ridho Lazuardy- adalah sahabat istimewa Wildan setelah ayah. Sejak kecil baru merangkak, Ghulam sudah menunjukkan ekspresi-ekspresi kebanggan pada sang kakak. Hal tersebut nampak dari pandangan dan sinar matanya saat menatap sang kakak. Selalu matanya berbinar-binar dan berusaha selalu dekat sang kakak. Sementara Wildan sangat cuek, seolah tidak ada orang lain termasuk keberadaan adik. Sementara Wildan sibuk dengan dunianya sendiri, adik selalu mengikuti dengan mata berbinar-binar dan senyum mengembang.

Saat usia dua tahun, Ghulam yang sudah bisa berbicara dan mempunyai banyak teman tetap saja “ngglibet” pada sang kakak. Tidak jarang Wildan merasa terusik dengan kehadiran adiknya. Saat Wildan tantrum, adik adalah sasaran utama. Ditendang, disepak, dibenturkan kepalanya saat kami lengah. Walau menangis, Ghulam masih saja memandang kakaknya dengan cinta.

Teringat saat sekitar tahun 1998 di rumah Ngijo. Ghulam dan Wildan sedang bermain dengan anak-anak sekitar rumah. Suasana ramai ceria. Ada yang berlarian sepeti Wildan, ada pula yang bawa mobil-mobilan. Suatu ketika dengan cueknya Wildan mengambil mobil-mobilan salah satu anak untuk diputar-putar rodanya. Tentu tanpa permisi, main comot begitu saja. Seorang anak yang agak besar nyelutuk, “Wildan khi nakal!.”. Entah apa yang sedang dilakukan adik saat itu, tiba-tiba saja Ghulam meloncat didepan kakaknya....menghadap ke anak yang nyelutuk tadi...Tanganya melentang melindungi sang kakak sambil melotot marah, “kakakku tidak nakal!”. Lalu sepanjang waktu berikutnya, Ghulam tidak mau beranjak dari depan kakak, tidak boleh satu orangpun menyentuh sang kakak.


Ada masa-masa sulit, dimana kami harus pindah kontrakan. Setiap pindah rumah, Ghulam yang beinisiatif memperkenalkan diri dan kakaknya pada teman-teman sebayanya. “hey...namaku Ghulam. Ini kakakku..namanya Wildan. Kakakku autis, tapi jangan takut. Kakak tidak apa-apa.” Itu kalimat perkenalannya. Lalu Ghulam akan memberi instruksi pada sang kakak, “kakak...cium.” Dan Wildan akan mengecup pipi adiknya, “Lho ga papa....kamu juga boleh cium kakakku.".

Empathy Ghulam pada sang kakak luar biasa. Ketika Wildan uring-uringan dan tak terkendalikan, kam mengeluh pada adik, “Dek..mama pusing deh, kenapa sih kakak itu uring-uringan saja?”. Sambil main mobil-mobilan Ghulam menjawab sambil lalu, “Kakak itu sedih maaa...karena mama marah-marah terusss.”..... atau adik akan menegurku, “Kakak itu...ingin mama lihat lukisan yang baru dibuatnya.”. Sejak mengerti sekitar usia SD hingga sekarang, Ghulam selalu antusias untuk menterjemahkan apa keinginan kakak. Pun pada saat kami tidak mengerti apa arti gambar kakak ketika dia meminta sesuatu. Ghulam akan mencoba menterjemahkan walau salah...sampai kakaknya diam tidak rewel karena kami tidak mengerti maksud dari gambarnya. (Kadang kalau dia minta sesuatu, kami instruksikan...”Apa?...gambar...”).



Rasanya, mereka berdua juga pribadi yang saling melengkapi. Secara fisik, Wildan gendut, adik ceking hehehe....Wildan suka sayur tidak mau buah, sebaliknya Ghulam tidak suka sayur dan sangat maniak buah-buahan. ....Kalau makan telur, Ghulam suka putih telur..sementara Wildan suka kuningnya. Dimasa usia TK, kalau Ghulam makan dengan telur, dia akan sisakan kuning telur dan bilang, “Ini nanti untuk kakak....ini kesukaan kakak.”. Akhirnya, Wildanpun kalau kami ajak beli kue, dia akan ambil dua kue yang sama...ternyata yang satu untuk adiknya.

Saat usia SD, setiap libur sekolah....Ghulam selalu punya inisiatif untuk ikut antar kakaknya sekolah autis maupun inklusi. Lalu dia akan menunggui kakaknya hingga jam pulang, sementara mama atau ayah habis mengantar langsung kerja dan nanti menjemput mereka kembali. Wildan sangat senang kalau adiknya ikut menungguinya. Adik dituntun...dan dikenalkan pada guru-gurunya (disuruh salaman ke guru). Lalu Wildan sibuk carikan adik kursi di sebelahnya (terpaksa temannya sebangku mengalah hehehe). Sebaliknya, waktu Ghulam TK dan SD.....kalau Wildan kami ajak menjemput adik, adik juga tidak malu memperkenalkan kakak kepada teman-teman sekolahnya.

Banyak hal Ghulam berinisiatif untuk mencarikan kegiatan bersama dengan sang kakak. Entah itu main bola, main banteng-bantengan, jumpritan, main layan-layang (walau kadang adik terlalu asyik dengan teman sebayanya dan sedikit mengabaikan sang kakak)...... Saat masih usia SD hingga Ghulam kelas VII kadang mereka kemping di ruang tengah..... Tidak jarang, Ghulam libatkan kakak menggoreng telur atau jamur dan membuat mie di dapur. Wildanpun jadi patuh sama sang adik. Bahkan mengalahkan kepatuhannya pada kami.

Ghulam pula yang bersihkan kakak saat buang air besar manakala saya dan ayah tidak di rumah. Bila harus pembantu yang bersihkan kakak, tidak jarang Ghulam akan cek ulang, dan bila kurang bersih, pembantu diminta mengulang bersihkan kakaknya. Suatu ketika, saat Ghulam sudah sunat (kelas VI SD) sepulang dari kantor Ghulam bilang, "Ma, tadi kakak habis buang air besar dan bersihkan bokongnya sendiri."....Saya respon, "Lho, adik kemana?."...Dia jawab, "Aku ada, tapi sekarang lho aku merasa jijik kalau bersihkan kakak karena kakak sudah besar."...Deg! dalam hatiku. Ghulam melanjutkan, "Jadi tadi kakak kuajari bersihkan sendiri. Aku yang pegang gayung air, kuguyur bokongnya, kakak bersihkan dengan tangannya sendiri." Masih sedikit kecewa, "Bersih enggak ya dik?.". Dengan antusias Ghulam menjelaskan, "Bersih kok. Sudah kulihat. Kucium bokongnya juga tidak bau. Tadi kakak juga kuajari cara menyabunnya.". Oalah.....mama dan ayah lebih tidak tega..bukannya tidak mau...mengajari kakak bersihkan sendiri, namun apa yang dilakukan Ghulam adalah hal yang baik. Dengan demikian Wildan akan semakin mandiri merawat dirinya. Sejak saat itu, kami sepakat tidak membantu Wildan bersihkan diri sehabis buang air besar. Ada saat kami sangat tidak tega, terutama ayah - bila Wildan dengan kepolosannya minta dibersihkan. Tetapi demi kebaikannya, kami harus tega!. Sekarang Wildan sudah sangat mandiri mengurus diri sendiri.

Memanglah dengan bertambahnya usia, tentu Ghulam juga mempunyai kehidupan sendiri sebagai remaja. Kadang saya takut Ghulam merasa harus sering berkorban untuk kakaknya. Saya khawatir dia merasa selalu harus mengalah, dst. Untungnya, ayah sering mengajak Ghulam bicara sebagai "lelaki". Tidak bosan, ayah selalu memberi pengertian pada Ghulam, betapa dia harus lebih bersyukur dibanding kakaknya. Ghulam mempunyai banyak teman, banyak mainan, banyak kesempatan, banyak keahlian...sementara kakaknya sungguh sangat terbatas. Maka, siapa lagi yang akan mengerti tenang kakak kalau bukan saudaranya (adik Ghulam), mama, dan ayah. Begitu petuah ayah setiap waktu pada Ghulam.

Setahun yang lalu, saat Ghulam kelas satu SMP....eyang Ti menyampaikan keresahannya pada Ghulam....mama di kamar dengar pembicaraan mereka, “Dek, kakak besuk bagaimana ya kalau sudah besar? Kakak kerja apa?.”. Tanya eyang Ti. Ghulam menjawab serius, “Kakak itu besuk ikut aku, Yang....kakak menjadi tanggunganku.”.

Adik juga pernah bicara denganku, “Ma, do’akan besuk aku sukses ya?. Kalau aku kaya, kakak akan kubuatkan galeri...jadi kakak bisa melukis disitu sambil menjual lukisannya.”. Oh, dalam hati aku menyimpan pesannya itu sebagai amanah kepadaku...akan kudo’akan nak....walaupun kakakmu kelak bisa mandiri. Tetap kudo’akan. Kalian akan bersama-sama mewarnai hidup kalian bersama, saling mengisi dan saling membantu.

Jumat, 16 September 2011

Cabut Uban

Paling “sebel” kalau sudah lihat Wildan kencan dengan Ayah. Soalnya bisa berjam-jam mereka “autis” pada kami. Sibuk kegiatan berdua. Tidak di kamar, di depan TV, di Gazebo, bahkan di dapur!. Walau sesekali terdengar “jeritan” Ayah...atau suara kemarahan Wildan, namun mereka tetap saja lakukan kegiatan tersebut.

Apa siiiiih?

Cari uban!. Nah lho. Wildan paling teliti dan serius kalau sudah cari uban di kepala dan jenggot Ayah. Malah sudah bisa dibilang kecanduan. Begitupula dengan sang Ayah, sehari saja tidak dicabuti ubanya oleh Wildan juga nampak “limbung” hihihihi. Mama pikir-pikir, kegiatan tersebut banyak manfaatnya juga bagi autisme Wildan. Antara lain, melatih kesabaran Wildan, melatih motorik halus Wildan, juga sebagai “teraphy” pusing bagi Ayah hahaha.

Lucu-lucu kisah cabut uban oleh Wildan. Selain ayah, biasanya eyang Teu juga menjadi langganan Wildan. Mereka minta Wildan harus cari yang pendek dan sudah putih. Katanya uban yang seperti itu, bikin guatel. Nah, kalau Wildan berhasil cabut uban yang pendek, dia akan tunjukkan pada ayah atau eyang Teu. Dikumpulkan di tangan beliau. Tapiiii....kalau yang tercabut adalah uban panjang, Wildan akan cepat-cepat membuangnya...hehehe....kalau yang tercabut rambut putih yang ujungnya masih hitam, segera Wilan memotongnya: yang putih ditunjukkan sementara yang hitam cepat-cepat dibuang hahaha...takut dimarahi juga rupanya!.

Hasrat Wildan untuk cabut uban, kadangkala kelewat semangat. Bila ada tamu berambut uban, waduh...kami kewalahan juga menekan keinginan Wildan mencabutinya. Iya kalau tamunya berkenan, kalau tidak khan berabe!. Tamu-tamu yang sudah dekat dengan kami sih kebanyakan maklum. Bahkan malah nawarin Wildan. Tidak jarang para tamu jadi terkantuk-kantuk keenakan dicabuti ubannya oleh Wildan. Bagi yang baru tahu, hati-hati... kalau anda yang beruban kerumah kami, siap-siap melihat Wildan mondar-mandir dengan pinset di tangan. Siap memangsa kepala anda hahaha.

Barangkali, rambut putih membawa sensasi tersendiri bagi Wildan. Suatu ketika kami curiga, kenapa Wildan sembuyi-sembunyi bawa piring kecil isi makanan ke teras. Setelah kami intip, rupanya Wildan lagi asyik cabuti bulu kucing!!!!. Kucing tersebut warna putih. Nah lho...di badan bagian sampingnya sudah botak. Trik Wildan, kucing tersebut diberi makan. Saat makan dengan aman sentosa dia bebas cabuti buku kucing itu. Heran, kucingnya kok ya mauuuuu..meooong.



Kalau kami ajak ke pasar, Wildan juga gatal ingin cabut bulu yang masih ada di daging ayam!. Terutama yang bercokol di sekitar “brutu” dan sayap ayam. Biasanya daerah tersebut memang agak susah dan sering kurang bersih dicabuti oleh para penjual daging ayam. Setiap kali lewat penjual ayam potong, Wildan menunjuk..”Ik..ik..”. tentu saja kularang. Tapi sesekali kuajak berhenti dan dia akan menyempatkan cabut satu dua bulu.

Kupikir-pikir lagi.....apa di rumah kupasang plang “Terima Cabut Uban dan Bulu Putih, Ongkos Rp. 50.000 perjam” yaaaa?????.

Jumat, 09 September 2011

#bookyourblog

Leutika Prio Self Publishing mengadakan Lomba Event membukukan Isi Blog!. Ide itu sangat cerdas dan solutif.


Media online merubah dunia komunikasi secara revolusioer. Terutama berkomunikasi secara tulis. Sebelum ada media online, menulis terasa begitu sulit. Hal tersebut disebabkan adanya jarak waktu antara munculnya "inspirasi" dan kemampuan menuangkan inspirasi tersebut dalam bahasa tulis. Media online terasa tidak membatasi bentuk tulisan kita sehingga kita tidak takut salah. Seiring dengan waktu, kebiasaan menulis itu akan dengan sendirinya sebagai proses belajar untuk segera menulis yang baik. Begitupula membaca melalui media online juga sangat menyenangkan karena bisa memunculkan banyak warna dan gambar sehingga tidak membosankan. Tidak kalah penting adalah sifatnya yang "real time" sehingga dalam berkomunikasi, baik sebagai penulis maupun pembaca, kita disuguhi informasi dan perasaan yang terbaru.


Kehadiran media online membuat kehidupan lebih kaya akan berbagai hal. Namun sayang, tidak semua orang bisa memanfaatkan media online. Selain kendala teknis, kendala budaya juga menjadi penyebab adanya gap di kalangan masyarakat tersebut. Nah, event yang diselenggarakan Leutika Prio ini menurut saya merupakan solusi yang tepat. Tulisan dalam Blog yang dibukukan merupakan jawaban untuk mengurangi gap dalam komunikasi di era cyber. Masyarakat dengan budaya "bhttp://www.blogger.com/img/blank.gifuku cetak" tetap bisa mendapatkan informasi dari cyber society yang sangat dinamis. Sebaliknya, para penulis blog juga akan mendapatkan dokumen karya melalui buku cetak yang bisa dibawa, disebarkan, dan dipajang.


Bagaimana bila Blog tentang Wildan ini diikutkan lomba yaaa?

Ingin ikutan? cek ini: http://www.leutikaprio.com/

Twitter: @leutikaprio

http://www.facebook.com/leutikaprio

Selasa, 06 September 2011

Sholat Idul Fitri Yang Pertama



Selasa (30/09) adalah awal bulan syawal terindah bagi kami. Menutup Romadlon yang juga sangat membahagiakan (karena kembalinya Wildan ditengah-tengah kehidupan kami di rumah Areng-areng, setelah 15 bulan lebih dia di rumah Eyang Ti dan ini tahun pertama Wildan Puasa Romadhon), setelah berusia 15.5 tahun Wildan mengikuti Sholat Idul Fitri!.


Hari itu pagi jam 5 pagi Wildan mandi dalam urutan kedua setelah Eyang Teu (Eyang Makasar yang tahun ini bersama kami Sholat Id di Malang). Seperti biasa, dia memilih baju sendiri. Dia belum tahu kalau akan kami ajak Sholat Id. Lalu bergantian kami mandi, hingga kami semua rapi dengan baju untuk Sholat. Baru deh Wildan kuberi baju koko barunya (Jika Wildan sudah rapi duluan, malah bikin kami panik sebab dia pasti tidak sabar untuk segera berangkat). Supaya mau, saya bilang, "Wildan, ayo pakai baju baru..kita pergi ke kampus, sholat di Lapangan Helly." Pokoknya ada kata-kata "PERGI" hehe. Dengan senang Wildan kenakan bajunya. Itu baju yang dia pilih sendiri ketika kami membeli di Sidoarjo seminggu sebelumnya.




Sampai di UMM, parkiran sudah penuh sehingga ayah meminta kami berempat turun lebih dahulu sementara ayah mencari tempat parkir. Mama dan Eyang Teu gandeng tangan Wildan yang nampak ceria. Adik mencari tempat sholat, sementara Wildan direncanakan ikut dalam shof wanita saja bersama mama dan Ayang Teu. Kami memilih yang paling belakang sebagai jaga-jaga apabila Wildan “trouble”. Tidak lama, sholat dimulai.


Saat sholat, tentu saya tidak bisa kusyu’ karena deg-degan Wildan bikin “ulah”. Rakaat pertama, Alhamdulillah Wildan mengikuti dengan lancar. Takbir, ruku’, dan sujud. Meskipun tidak “tumaknina”, dan Wildan selalu sujud mendahului imam hehehe. Rakaat kedua..nah!. Habis takbir pertama, aman. Takbir kedua...Wildan langsung ruku’....walah...kulirik dia tolah toleh...lalu diam-diam dia ikut sendekap lagi. Takbir ketiga...Wildan langsung ruku’ lagi..hehe..dia tolah toleh..lalu diam-diam ikut sendekap lagi....(mungkin dia mulai bingung hiks.)...Takbir keempat....sebelum kecele ruku’ lagi, Wildan tolah-toleh dulu....hahaha....trus mungkin untuk menutupi malu, dia cium Eyang Teu (pasti Eyang juga jadi tidak kusyu’ deh). Begitulah....hingga dua rakaat ditutup dengan salam, Wildan mengikuti penuh.


Saatnya dengar ceramah. Wildan duduk bersila dengan santai. Tidak “bersuara”, tapi wajahnya penuh dengan senyuman gembira. Eyang juga nampak bahagia karena baru tahun ini bisa Sholat Id bersama Wildan (dapat ciuman lagi hahaha). Mereka berdua nampak mesra. Menjelang akhir ceramah, Wildan menoleh menatap eyang....tiba-tiba dia tersenyum lebar dan sedikit mengangkat pantatnya yang kiri...lalu terdengar “duut!” Aduh mak!...Wildan kentut!. Kami bertiga tertawa...aduh, untung duduk paling belakang dan Wildan duduk ditengah-tengah antara mama dan eyang....untung tidak berbau dan semoga tidak ada yang mendengar .


Saat usai semuanya, kami berjalan bergandengan....adik dan ayah terpisah sudah. Wow.....berjubel orang menuju jalan keluar di jembatan depan kantor satpam. Saya sudah khawatir Wildan akan rewel ditengah-tengah kerumunan itu. Alhamdulillah, ternyata tidak juga. Meski berjubel-jubel, Wildan nampak santai saja..malah beberapa kali dia berjalan di depan kami menerobos mencari jalan. Sampai di tempat parkir yang jaraknya sekitar 100 meter, Wildan tidak rewel sama sekali.

Itulah pengalaman pertama Wildan ikut Sholat Id di usia 15.5 tahun. Selama ini kalau sholat id, mama dan ayah bergantian nemani Wildan melihat Sholat dari dalam mobil saja. Kami selalu mencari tempat sholat id yang terbuka dan bisa dilihat dari lokasi parkiran. Biasanya di halaman SDN Sengkaling karena kami bisa melihat dari parkiran di depan Warung SS (atau depan kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kab.Malang). Bukan apa-apa, kami takut perilaku Wildan mengganggu kekusyukan para jamaah sholat. itupula yang menjadi alasan kenapa kami belum memperkenalkan Wildan sholat di masjid.


Saat masih tinggal di Dau, usia Wildan kira-kira 7-8 tahun, dia suka ke musholla dekat rumah. Tapi Wildan tertarik dengan kabel dan microfon. Saat itu, dia suka merebut microfon orang yang sedang berbicara melaluinya. Trus juga Wildan tidak bisa duduk atau berdiri diam. Pasti dia akan jalan-jalan di musholla. Disamping itu hingga sekarang, Wildan masih suka keluarkan gumaman dari mulutnya. Tentu semua itu akan mengganggu konsentrasi para jamaah.

Terimakasih ya Allah, tahun ini kasih sayangMu begitu nyata. Semoga Sholat Idul Adha ke depan dan Sholat Id dari tahun ke tahun selanjutnya Wildan bisa mengikuti. Termasuk puasa romadhon dan sholat fardlu yang masih sangat jelek kwalitas maupun kwantitasnya.