Minggu, 27 November 2011

Kota Batu



Bagaimana Kota Batu, kota kelahiran Wildan dalam rekaman Wildan?.

Baginya, alun-alun kota meninggalkan kesan tersendiri. Terutama monumen buah Apel dan monumen Adipura. Pada saat dia di rumah Yang Ti dalam waktu yang lama, secara bertahap kami ajak dia keluar rumah. Paling sering ke alun-alun. Selama di sana, sepertinya dia senang dengan air mancur dan TV layar lebar. Bahkan ada saat Wildan meminta mobil berhenti hanya untuk melihat tayangan di layar besar tersebut. Pernah juga bersama Yang Teu hanya mengajak duduk di depan layar TV besar itu.

Rekaman Wildan tentang Kota Batu.....adalah monumen apel room beauty-apel asli Kota Batu dan kemacetan disekitar monumen adipura depan Batu Plaza!

Minggu, 20 November 2011

That's Enough





Tulisan ini telat saya upload. Peristiwanya sudah bulan lalu. Tepatnya 30 Oktober 2011. Saat itu kami mengikuti Talk Show/sharing dengan para orang tua anak-anak berkebutuhan khusus. Penyelenggaranya SMART Center: Play, Learn, and Grow. Sebelumnya selama seminggu di tempat SMART Center diselenggarakan pameran lukisan dan foto karya anak-anak berkebutuhan khusus. Wildan bersama Raihan (fotografi), Nia (lukisan n kartun), Umar (lukusan) diundang untuk ikut pameran lukisannya. Ada 12 lukisan Wildan yang dipajang disana.


Lucu sekali saat pertama kami antarkan lukisan, Wildan ikut. Saat mau pulang, Wildan terlihat keberatan lukisannya ditinggal. Dia minta supaya lukisannya dibawa pulang lagi. Walau akhirnya dia mau pulang tanpa lukisannya.....sampai di rumah Wildan “protes’ karena dinding di ruang tamu jadi kosong. Berkali-kali dia tunjukkan dinding kosong itu. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya selama seminggu kedepan dia tidak lagi “protes”. Bahkan saat 30/10 kami menghadiri sesi talk show (sharing), Wildan nampak senang melihat lukisannya dipajang di ruang SMART Center. Berkali-kali dia pose utuk di foto Om Fajar Embun Bon2 hehe...



Saat talk show, panitia mengundang tiga ibu dengan anak berkebutuhan khusus, termasuk MamaFrida. Kesempatan pertama adalah Mamanya ananda Umar - penyandang tuna rungu yang hobi juga melukis. Luar biasa, Umar memiliki IQ diatas 150!. Wajahnya cerah dan sangat ceria. Lalu waktunya Mamanya ananda Nia – penyandang autis yang sangat sukses dengan prestasi gemilang baik di akademik maupun keterampilan. Nia sudah kelas satu SMU. Karyanya adalah melukis, membuat handy craft, dan membuat kartun-kartun manga. Sangat luar biasa...Nia memiliki IQ 190!. Very excelent. Lalu terakhir giliran mamanya Wildan.

Pertama saya sampaikan.... Wildan belum pernah test IQ. Namun dilihat dari kemampuan akademiknya, mama Frida mengira IQ Wildan di bawah rata-rata atau yeah rata-rata.....mungkin sekitar 100 saja. Lalu bagaimana dooong?. Mama Frida sampaikan, bahwa kalau memang Wildan belum mampu mengejar akademik, maka harus dicari sisi yang lain. Kalau dia memang bisanya melukis....it’s enough. Kita push dia di melukis. Namun yang utama adalah anak-anak berkebutuhan khusus ini harus distimulasi untuk bisa mandiri mengurus diri sendiri. Alhamdulillah, Wildan sudah sangat mandiri dalam hal tersebut. Kami juga mendorong Wildan meningkatkan kopetensi sosialnya. Alhamdulillah...Wildan juga memiliki kompetensi sosial yang bagus.



Proses untuk meningkatkan kompetensi sosialnya mengalami perkembangan pesat saat kami tinggal di perkampungan daerah Dau, tepatnya di Jetak Lor. Saat itu rumah yang kami kontrak tidak berpagar. Suasana perkampungan dengan suasana pedesaan terasa sekali. Hubungan antar warga adalah hubungan paguyuban.

Adalah Sarinah pembantu rumah tangga kami. Berasal dari Desa di Blitar. Sarinah lebih populer dibandingkan saya di Jetak Lor. Selain saat itu saya masih studi di Bogor, Sarinah juga memiliki banyak kegiatan dengan warga sekitar. Baik itu olah raga dalam rangka lomba-lomba desa (misal 17 agustusan), gotong royong, atau sekedar “ngerumpi”. Nah, disetiap kegiatannya itu Wildan seringkali di ajak serta. Sehingga warga juga sangat mengenal Wildan. Rupanya selain ada sisi negatif, upaya Sarinah mengajak Wildan itu membawa efek positif bagi perkembangan kompetensi sosial Wildan.

Saat saya pulang, saya melihat sendiri Wildan bermain dan bertamu ke rumah-rumah tetangga. Saking “terbiasanya” Wildan hadir di tengah-tengah warga, sebagian warga menjadi tidak takut lagi dengan Wildan. Pernah suatu ketika saya bingung cari Wildan...eh ternyata 30 menit kemudian Wildan nongol bersama Bapak depan rumah, “Saya baru ajak Wildan jalan pagi bu..keliling kampung.”....walaaaah... Atau ibu sebelah rumah yang serig ijin, “bu..Wildan saya ajak belanja yaaa”. Bahkan si mamang penjual tempe kadang minta ijin, “Bu, Wildan saya bonceng keliling jual tempe yaaa..nanti saya antar pulang lagi kesini.” Hahaha...bagaimana yaaaaa....sulit sekali saya melarang “penerimaan” mereka semua. Indikasi mereka “tidak takut” dan “menyadari” kehadiran Wildan sebagai penyandang autis itu lebih bermakna bagi kami dibanding mungkin bahaya-bahaya yang akan Wildan alami saat bersama mereka.

Semangat “memasyarakatkan” kehadiran anak-anak berkebutuhan khusus itu pula yang mengilhami dibukanya sekolah inklusi di sekolah-sekolah pemerintah. Tidak hanya demi kepentingan internal anak-anak berkebutuhan khusus, sekolah inklusi juga memberi kesempatan anak-anak “normal” menyadari, mengenal, dan berinteraksi dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Anak autis yang masuk ke sekolah inklusi, otomatis harus mengikuti kurikulum nasional. Walaupun sekolah inklusi akan melakukan improvisasi, satu hal yang harus orang tua anak autis sadari adalah mereka harus mengenal kompetensi anak masing-masing. Memberi beban yang berlebihan pada sekolah inklusi untuk membuat anak-anak berkebutuhan khusus berprestasi di segala bidang adalah hal yang kurang tepat.

Minggu, 13 November 2011

Kasih Sayang Adek adalah Proses yang Terus Menerus.

Sejak ayah banyak share blog ini ke teman-temannya di facebook, banyak pula yang bertanya bagaimana bisa membuat adek Ghulam sangat sayang sama kakak, dan sebaliknya.

Ayah mengingatkan kembali pada Mama, bahwa selama ini ayah telah dengan sengaja “membangun” sikap adek itu secara ajeg dan terus menerus. Mama jadi ingat saat pagi hari Sabtu (5/11) sebelum adek berangkat sekolah. Pagi itu adek mencari buku yang akan dibawa ke sekolah. Entah dimana, buku tersebut ketlisut. Mestinya dia siapkan di malam hari, tapi katanya semalam juga sudah tidak ada. Mama yang sibuk di dapur memberi usul, “Kakak (Wildan)..bantu adek dong cari bukunya.” Dan seperti biasa, tidak perlu dua kali “perintah”....Wildan langsung ke kamar adek untuk ikut mencari buku.

Entah apa yang terjadi di dalam kamar, tiba-tiba kakak keluar kamar berteriak keras sambil tangannya menuding-nuding adek dengan marah. Kami semua kaget melihat kakak nampak sangat marah sampai tangannya bergetar. Pasti adek baru “marah” sama kakak. Bisa jadi kakak malah membuatnya semakin panik tidak mendapatkan buku tersebut. Namun adek tidak mau mengakui. Membuat kakak “marah” begitu menakutkan bagi adek karena dia tahu pasti siapa yang akan jadi "terdakwa."


Saya dan ayah rupanya sudah bisa menduga bahwa adek habis “kasar” pada kakak. Sebab Itu pernah juga terjadi: bila adek membentak kakak atau “menolak” kakak dengan “ketus”, Wildan akan bereaksi seperti itu. Baik saya maupun ayah, dan juga Yang Ti yang waktu itu ada ditarik sama Wildan diajak menuju adek dengan teriakan marah dan tangan menuding seolah mengadukan atau meminta kami “menindak” adek. Suasana cukup mencekam karena Wildan tidak berhenti teriak. Dan adek tetap cemberut.
Ayah dan saya berusaha untuk menengahi dengan tidak menjadikan adek sebagai "terdakwa". Kami beri pengertian pada kakak bahwa adek tidak memarahinya dan meminta pada adek untuk tidak cemberut. Namun beberapa waktu usaha itu tidak berhasil.

Akhirnya kami diam saja menunggu akhir dari emosi masing-masing. Sesaat hanya terdengar kemarahan kakak, dan yang lain dalam kesunyian menarik diri.

Tiba-tiba adek teriak sambil menangis, “Kenapa aku yang disuruh mengalah teruuusss???!!. Aku sudah senyum tapi kakak tetap saja marah!!.

Hati kami begitu tersayat mendengar protes adek tersebut. Tapi dengan suara tidak kalah keras ayah menyadarkan adek bahwa siapa lagi yang akan mengalah pada kakak kalau bukan adek- saudara kakak satu-satunya?. Kalau adek tidak mau mengalah sama kakak...apalagi orang lain!.

Mama hanya bisa terdiam. Eyang Ti juga hanya bisa terdiam. Kami biarkan tiga lelaki di rumah ini teriak-teriak. Tidak usah ditambah dengan teriakan yang lain lagi.
.........................
..................................
...........................................

Seringkali ayah dan mama berbincang tentang “rasa bersalah” karena telah membuat adek harus lebih dewasa menghadapi kakak. Pernah ada rasa ketakutan bahwa adek akan terbebani dibatas kemampuannya. Namun, itulah keputusan dan pilihan. Adek dalam posisi apapun memang harus menjadi yang lebih dewasa, harus bisa banyak memaklumi, dan tentu saja harus banyak melimpahkan kasih sayangnya pada kakak.

Betapa sering kami melibatkan adek dalam interaksi yang membangun semua itu. Baik dalam kata-kata maupun dalam perbuatan. Sejak adek batita hingga saat ini di usianya yang masuk ke 14 tahun, pertanyaan ayah yang selalu diulang-ulang ke adek (bahkan disaat adek menjelang tidur dan saat terlelap. Di kemudian hari, mama baru menyadari bahwa upaya ayah ini sama dengan hipnoteraphy) adalah,

- Ayah (A) : Adek sayang sama kakak a?.
- Ghulam (G) : sayang (atau adek akan mengangguk bila pertanyaan itu
disampaikan saat adek sudah lelap tertidur.?

Dan ini adalah pertanyaan ayah untuk Ghulam kecil sampai SD:
– A : siapa pacar adek?.
- G : Kakak, ayah, mama, dan aku (diri sendiri)

Sering juga mereka bertiga tidur satu ranjang...lalu berebutan mencium kakak. Dan kakak tentu saja akan teriak-teriak tidak suka. Namun adek dan ayah tetap “memangsanya!”. Hahaha....lucu juga melihat tiga singa itu heboh!.

Sering juga ayah narsis bin show up di tempat-tempat umum kalau kami berempat keluar. Pamer-pamer kemesraan dengan kakak gitu deh. Peluk-peluk. Cium-cium.Atau dorong-dorongan di mall atau saat kami makan di restoran. Ugh! pastinya menarik perhatian banyak orang yang melintasinya. Rupanya aksi itu yang diulang-ulang di depan adek, adalah salah satu upaya untuk menumbuhkan supaya adek tidak malu bersama kakak...seperti halnya ayah juga tidak malu semua orang tahu kakak berkebutuhan khusus. Termasuk tidak jarang juga ayah mengungkapkan secara frontal rasa tidak sukanya pada orang-orang yang memandang heran show upnya dengan kakak. Aduh...kalo ayah sudah melotot ke orang yang memandang aneh kakak....mama mending ngaciiirrr...kabuuurrr hehehe.

Berbeda dengan ayah yang ekspresif sebagai homo ludens (hihihihi...), mama sering menstimulasi adek dengan ungkapan-ungkapan sbb:

Lihat dek wajah kakak....teduh ya?.” Lalu adek akan lihat wajah “teduh” Wildan sehingga seperti yang kurasakan dalam dada ini membuncah rasa damai saat memandang wajahnya. Atau akan mama bilang, “Dek, mama lho kalau kesenggol kulit kakak..rasanya nyamaaaan gitu. Adek juga ya?.” Dan adek akan bilang “iya...aku juga.”

Sementara itu bila sedang “dewasa” ayah akan memberi adek nasihat-nasihat tentang perlunya kita semua termasuk adek untuk senantiasa menjaga kakak, melimpahinya dengan kasih sayang, dan banyak memaafkan kakak. Ayah akan ajak adek berhitung, betapa adek sangat beruntung dibanding kakak yang berkebutuhan khusus;

Coba ingat-ingat dek. Banyak hal yang
dinikmati dan dipunyai adek, tetapi kakak tidak punya. Adek bisa sekolah,
banyak teman, banyak mainan, bisa menikmati hape, main internet, menikmati
acara-acara di TV, film, dan lagu2....serta banyak sekali kenikmatan yang bisa
adek rasakan. Tapi coba lihat kakak. Sehari-hari ya hanya itu-itu saja
kegiatannya. Tidak punya teman bermain, tidak punya hape, lihat TV ya seperti
tidak menghayati isinya.....kakak hanya punya adek, mama, ayah....dan barang-
barang yang sangat terbatas. Jadi kalau adek harus mengalah pada kakak, itu
sungguh tidak sebanding dengan kenikmatan yang bisa adek dapatkan. Siapa lagi
kalau bukan kita yang bisa membahagiakan kakak.


Adekpun akan berkaca-kaca. Mama tahu apa yang ada di hatinya. Keharuan dan welas asih yang luar biasa.

Hal-hal seperti itulah yang setiap waktu kami induksikan kepada adek. Kami tunjukkan padanya supaya seperti kami- yang melihat Wildan sebagai butiran mutiara di lautan pasir, jangan sampai tersapu oleh gelombang. Seperti menjaga manusia lilin yang tak boleh meleleh oleh api, dan seperti pualam yang selalu licin mengkilat dan menyerap zat-zat yang membuatnya sejuk....#lebay dikit tidak apa khan?:)

Kamis, 10 November 2011

Horeee....Jadi Pemenang ISBA 2011





Ya Allah.....blog Wildan dipilih sebagai pemenang Internet Sehat Blog & Content Award (ISBA) 2011 katagori BRONZE minggu ke 28 ini (10/11). Hmm... hadiah istimewa untuk Ultah adekku Om Henry Yudianto Mawardi yang memiliki inisiatif membuatkan blog tersebut. Pas sekali Ultahnya 10 nopember. Dia yang mendesain blog www.anakkuautis.blogspot.com ditahun 2008. Sedangkan diriku tinggal merawat kontennya. Tapi penghargaan ISBA ini membuatku ngeriiii karena harus semakin rajin merawat blog ini lebih bermanfaat dan menginspirasi. Semangaaaat!.

Awalnya saya malah tahu dari seorang teman di fesbuk Mohammad Eddo Sapratama yang menyampaikan pesan selamat dan tautan ISBA 2011. Setelah saya cek..benarlah adanya. Alhamdulillah bila blog tersebut bermanfaat bagi orang lain.
Ini beritanya di DetikInet.com:

Jakarta - Tim Internet Sehat telah memilih dua blog pemenang Internet Sehat Blog & Content Award (ISBA) 2011. Setelah melakukan proses verifikasi dan penilaian, bersama ini kami menyampaikan bahwa blog berikut ini layak dan berhak mendapatkan penghargaan ISBA 2011 untuk kategori Bronze minggu ini, Kamis (10/11/2011):

http://anakkuautis.blogspot.com


Apa sih ISBA?. ISBA 2011 diinisiasi oleh ICT for Partnership (www.ictwatch.com), didukung oleh XL Axiata (www.xl.co.id), Norton Symantec (www.symantec.com), dan detikINET (www.detikinet.com).Teman-teman bisa buka website tentang ISBA di http://isba.ictwatch.com.

Sedikit saja yang bisa saya kutipkan dari website ISBA sbb:

Internet Sehat Blog & Content Award (ISBA) 2011 adalah sebuah penghargaan sepanjang tahun yang diberikan kepada pengelola Blog, Wiki, Forum, Portal dan berbagai jenis layanan konten lainnya, baik perseorangan ataupun berkelompok, yang dengan segenap daya kreatifitasnya telah menuangkan ide, gagasan dan pikirannya dalam bentuk tulisan secara online. Tulisan tersebut tentunya yang harus dapat memberikan ide ataupun mengarahkan pembaca untuk melakukan tindakan yang positif dan bermanfaat, bagi dirinya ataupun masyarakat sekitarnya di Indonesia. Goal dari program ini adalah untuk men-generate tumbuhnya konten-konten lokal sehingga semakin banyak generasi muda Indonesia yang aktif menulis di blog



Jadi, ayo nge-blog yang sehat. Gunakan tehnologi dengan bijak dan positif bagi sesamanya.

Senin, 07 November 2011

Misteri Rumah Bagi Si Dia

Sudah tiga bulan lebih Eyang Teu pindah menetap Malang dari Makasar. Tapi sampai dengan hari ini, Wildan tetap tidak mau masuk rumah Eyang Teu. Kami semua bingung. Setiap mobil masuk area perumahan dimana Eyang Teu tinggal, Widan sudah rewel dan akan semakin rewel saat tiba di depan rumah. Begitu mobil berhenti di depan pagar, Wildan memandang kami dengan tatapan enggan turun, bahkan beberapa kali menahan tanganku atau ayah yang lagi di belakang kemudi supaya tidak turun mobil.


Andaikan kami bisa memaksanya masuk rumah dengan beberapa alasan, dia akan masuk dengan menangis sepanjang tinggal di dalam. Berkali-kali akan terisak sambil bilang, “ulang..ulang.. .(Pulang...pulang).” Segala rayuan yang paling mautpun membuatnya bergeming ingin pulang. Sering Eyang Teu merayunya dengan memberinya kue atau makanan, Wildan akan menerima kue atau makanan tersebut...dengan menangis, kue dan makanan itu cepat-cepat dihabiskan supaya dia punya alasan minta pulang!.


Satu-satunya yang bisa sedikit menahannya adalah bila diminta siram-2 rumput di halaman depan. Itupun kami harus sering-sering ingatkan sebab Wildan suka membelokkan air selang ke halaman tetatngga sebelah atau pada pohon-pohon pinggir jalan yang dibawahnya terdapat modil parkir. Ribet banget deh kalau sudah acara berkunjung ke Eyang Teu.


Memang aneh respon Wildan pada rumah-rumah tertentu dan pada masa tertentu. Ada rumah yang Wildan sangat tidak mau masuk. Ada rumah yang Wildan mau masuk tapi sebentar saja. Dan ada rumah yang Wildan nampak merasa enjoy banget. Sampai sekarang kami belum menemukan faktor-faktor apa yang menyebabkan respon positif dan negatif tersebut.


Dahulu kala (..ketika matahari terbit dari timur), Wildan kecil tidak mau masuk rumah Mbah Buk (Buliknya Mama) di Desa Sidomulyo. Rumahnya besaaar dengan halaman depan, samping dan belakang yang luas. Bila disana, Wildan hanya mau masuk rumah bagian belakang (ruang makan dan dapur) lewat halaman samping. Jikalau dia sempat mau masuk ke ruang dalam, maka dia akan dengan takut-takut menoleh ke ruang keluarga samping sambil matanya melirik-lirik gambar-gambar yang terpaku di dinding dengan ekspresi ketakutan. Terutama gambar kaligrafi, pas photo presiden dan wakil presiden. Belum sempat kita memastikan sebab dia tidak mau masuk ruangan itu, beberapa tahun kemudian dia mau masuk ruang itu dan terlihat enjoy. Yaitu saat ruangan tersebut diganti cat dindingnya dari hijau ke abu2 terang dan digantinya kursi ukiran dengan sofa. Sementara itu satu-satunya kamar tidur yang pernah dia masuk, adalah kamar tidur tante Ulfa yang banyak bonekanya!. Disana Wildan bisa tidur-tiduran santai sambil “menthil” ujung bantal hahaha.


Pada masa-masa itu, bertamu atau berkunjung ke rumah orang lain selalu diawali dengan kekhawatiran, “Wildan mau masuk apa enggak yaaa.”.


Kalau pas dia suka atau enjoy...waduh, bisa juga bikin kewalahan neh. Adalah rumahnya Mbah Dok (Mbah Wedok=mbah putri), orang tuanya Bude Shinta sahabat kami di Areng-Areng (satu dusun dengan kami saat ini). Sekitar tahun 2008-2009 merupakan rumah idola bagi Wildan. Sehari saja kami tidak antar dia kesana.....dia akan rewel dan maksa-maksa kesana. Di rumah Mbak Dok, Wildan keranjingan nge-game di komputer pakde Gun dan makan masakan Mbah Dok, terutama saat itu selalu disediakan nasi panas dari majic jar. Maklum deh tahun2 itu saya belum punya majic jar hahaha...karena kami lebih suka makan dengan nasi dingin  #ngeles.com. Akhirnya saya beli majic itu karena sejak Wildan suka ke rumah Mbah Dok, kalau di rumah sendiri mau makan, Wildan panasi dulu nasi di panci!. Kembali ke ruma Mbah Dok. Selain nge Game dan makan, Wildan bisa juga tidur-tiduran di kasurnya mas Ardha. Rumah Mbah Dok ini ciri khasnya memiliki ruang tamu yang luas, yang digabung dengan ruang nonton TV dengan pembatas bufet saja. Di ruang itulah Wildan menghabiskan waktu dengan bahagia sejahtera.


Pada tahun yang sama dengan kesukaannya di rumah Mbah Dok, sebaliknya Wildan sangat antipati masuk rumah Eyang Ti (nenek) di Desa Sidomulyo. Padahal di rumah ibu saya itu Wildan lahir dan hingga usia 2 tahun tinggal. Hingga dia usia 11 tahun, tidak pernah ada masalah bila diajak ke rumah Eyang Ti. Entahlah, pada 2008 itu Wildan akan menangis bila diajak masuk. Saat lebaran maupun acara-acara keluarga, kami jadi tidak bisa ikut dengan enak karena Wildan hanya mau masuk untuk salaman...trus menangis minta keluar dan tidak bisa kembali lagi. Naun juga tidak disangka-sangka pada tahun 2010, sebaliknya Wildan malah tidak mau pulang ke Areng-2.....minta tinggal di rumah Eyang Ti (bahkan sampai 16 bulan di sana). Ada banyak cerita tentang keberadaannya di rumah Eyang Ti yang telah saya tulis di blog ini. Rumah Yang Ti memiliki ruang tamu yang luas, ruang keluarga yang ngerong (seperti di bawah tanah) dan diatas ruang keluarga adalah kamar tidur masa remaja saya. Pokoknya ruang-ruangnya naik turun deh.


Nah, kami menduga-duga...Wildan akan tidak suka dengan rumah sbb:

1. Terlalu banyak barang, atau
2. Tidak ada majalah sama sekali, atau
3. Nampak suram, atau
4. Agak mistis, atau
5. Tidak ada Televisi, atau
6. Ada banyak kaligrafi, atau
7. Dan masih kami pikir2 yang lainnya

Wildan lebih suka rumah sbb:

1. Sedikit barang, atau
2. Banyak majalah, atau
3. Terang benderang, atau
4. Televisinya dinyalakan, atau
5. Lebih banyak foto/lukisan, atau
6. Selalu ada kue-kue, atau
7. Ada bantal yang banyak, atau
8. Memiliki komputer yang tidak rusak, atau
9. Dsb.
Saya tulis “atau” karena aslinya kamipun masih belum bisa pastikan hehehe.