Senin, 07 November 2011

Misteri Rumah Bagi Si Dia

Sudah tiga bulan lebih Eyang Teu pindah menetap Malang dari Makasar. Tapi sampai dengan hari ini, Wildan tetap tidak mau masuk rumah Eyang Teu. Kami semua bingung. Setiap mobil masuk area perumahan dimana Eyang Teu tinggal, Widan sudah rewel dan akan semakin rewel saat tiba di depan rumah. Begitu mobil berhenti di depan pagar, Wildan memandang kami dengan tatapan enggan turun, bahkan beberapa kali menahan tanganku atau ayah yang lagi di belakang kemudi supaya tidak turun mobil.


Andaikan kami bisa memaksanya masuk rumah dengan beberapa alasan, dia akan masuk dengan menangis sepanjang tinggal di dalam. Berkali-kali akan terisak sambil bilang, “ulang..ulang.. .(Pulang...pulang).” Segala rayuan yang paling mautpun membuatnya bergeming ingin pulang. Sering Eyang Teu merayunya dengan memberinya kue atau makanan, Wildan akan menerima kue atau makanan tersebut...dengan menangis, kue dan makanan itu cepat-cepat dihabiskan supaya dia punya alasan minta pulang!.


Satu-satunya yang bisa sedikit menahannya adalah bila diminta siram-2 rumput di halaman depan. Itupun kami harus sering-sering ingatkan sebab Wildan suka membelokkan air selang ke halaman tetatngga sebelah atau pada pohon-pohon pinggir jalan yang dibawahnya terdapat modil parkir. Ribet banget deh kalau sudah acara berkunjung ke Eyang Teu.


Memang aneh respon Wildan pada rumah-rumah tertentu dan pada masa tertentu. Ada rumah yang Wildan sangat tidak mau masuk. Ada rumah yang Wildan mau masuk tapi sebentar saja. Dan ada rumah yang Wildan nampak merasa enjoy banget. Sampai sekarang kami belum menemukan faktor-faktor apa yang menyebabkan respon positif dan negatif tersebut.


Dahulu kala (..ketika matahari terbit dari timur), Wildan kecil tidak mau masuk rumah Mbah Buk (Buliknya Mama) di Desa Sidomulyo. Rumahnya besaaar dengan halaman depan, samping dan belakang yang luas. Bila disana, Wildan hanya mau masuk rumah bagian belakang (ruang makan dan dapur) lewat halaman samping. Jikalau dia sempat mau masuk ke ruang dalam, maka dia akan dengan takut-takut menoleh ke ruang keluarga samping sambil matanya melirik-lirik gambar-gambar yang terpaku di dinding dengan ekspresi ketakutan. Terutama gambar kaligrafi, pas photo presiden dan wakil presiden. Belum sempat kita memastikan sebab dia tidak mau masuk ruangan itu, beberapa tahun kemudian dia mau masuk ruang itu dan terlihat enjoy. Yaitu saat ruangan tersebut diganti cat dindingnya dari hijau ke abu2 terang dan digantinya kursi ukiran dengan sofa. Sementara itu satu-satunya kamar tidur yang pernah dia masuk, adalah kamar tidur tante Ulfa yang banyak bonekanya!. Disana Wildan bisa tidur-tiduran santai sambil “menthil” ujung bantal hahaha.


Pada masa-masa itu, bertamu atau berkunjung ke rumah orang lain selalu diawali dengan kekhawatiran, “Wildan mau masuk apa enggak yaaa.”.


Kalau pas dia suka atau enjoy...waduh, bisa juga bikin kewalahan neh. Adalah rumahnya Mbah Dok (Mbah Wedok=mbah putri), orang tuanya Bude Shinta sahabat kami di Areng-Areng (satu dusun dengan kami saat ini). Sekitar tahun 2008-2009 merupakan rumah idola bagi Wildan. Sehari saja kami tidak antar dia kesana.....dia akan rewel dan maksa-maksa kesana. Di rumah Mbak Dok, Wildan keranjingan nge-game di komputer pakde Gun dan makan masakan Mbah Dok, terutama saat itu selalu disediakan nasi panas dari majic jar. Maklum deh tahun2 itu saya belum punya majic jar hahaha...karena kami lebih suka makan dengan nasi dingin  #ngeles.com. Akhirnya saya beli majic itu karena sejak Wildan suka ke rumah Mbah Dok, kalau di rumah sendiri mau makan, Wildan panasi dulu nasi di panci!. Kembali ke ruma Mbah Dok. Selain nge Game dan makan, Wildan bisa juga tidur-tiduran di kasurnya mas Ardha. Rumah Mbah Dok ini ciri khasnya memiliki ruang tamu yang luas, yang digabung dengan ruang nonton TV dengan pembatas bufet saja. Di ruang itulah Wildan menghabiskan waktu dengan bahagia sejahtera.


Pada tahun yang sama dengan kesukaannya di rumah Mbah Dok, sebaliknya Wildan sangat antipati masuk rumah Eyang Ti (nenek) di Desa Sidomulyo. Padahal di rumah ibu saya itu Wildan lahir dan hingga usia 2 tahun tinggal. Hingga dia usia 11 tahun, tidak pernah ada masalah bila diajak ke rumah Eyang Ti. Entahlah, pada 2008 itu Wildan akan menangis bila diajak masuk. Saat lebaran maupun acara-acara keluarga, kami jadi tidak bisa ikut dengan enak karena Wildan hanya mau masuk untuk salaman...trus menangis minta keluar dan tidak bisa kembali lagi. Naun juga tidak disangka-sangka pada tahun 2010, sebaliknya Wildan malah tidak mau pulang ke Areng-2.....minta tinggal di rumah Eyang Ti (bahkan sampai 16 bulan di sana). Ada banyak cerita tentang keberadaannya di rumah Eyang Ti yang telah saya tulis di blog ini. Rumah Yang Ti memiliki ruang tamu yang luas, ruang keluarga yang ngerong (seperti di bawah tanah) dan diatas ruang keluarga adalah kamar tidur masa remaja saya. Pokoknya ruang-ruangnya naik turun deh.


Nah, kami menduga-duga...Wildan akan tidak suka dengan rumah sbb:

1. Terlalu banyak barang, atau
2. Tidak ada majalah sama sekali, atau
3. Nampak suram, atau
4. Agak mistis, atau
5. Tidak ada Televisi, atau
6. Ada banyak kaligrafi, atau
7. Dan masih kami pikir2 yang lainnya

Wildan lebih suka rumah sbb:

1. Sedikit barang, atau
2. Banyak majalah, atau
3. Terang benderang, atau
4. Televisinya dinyalakan, atau
5. Lebih banyak foto/lukisan, atau
6. Selalu ada kue-kue, atau
7. Ada bantal yang banyak, atau
8. Memiliki komputer yang tidak rusak, atau
9. Dsb.
Saya tulis “atau” karena aslinya kamipun masih belum bisa pastikan hehehe.

3 komentar:

dini mengatakan...

usul neh bu. . knapa ga pajang karya Wildan aja d rumah2 yg masuk kategori Wildan ga suka. mgkin Wildan akan ngrasa karyanya di apresiasi oleh org yg ga dya sangka. jadi mau masuk rumah d. . ^^

DoktergigiGaul mengatakan...

Assalamualaikum Mama Frida.

Saya selalu tersentuh mengetahui ada orangtua yang tidak pernah menyerah memiliki anak yang berkebutuhan khusus [ini istilah yang mulai dipakai untuk menggantikan AUTIS]

Saya smembantu dengan dukungan doa semoga bisa terus menjaga Wildan dengan segala keistimewaannya..

Anak-anak berkebutuhan khusus, memiliki dunianya sendiri. Yang pasti dia gak suka suasana yang 'sepi'. Dia selalu ingin berada dalam suasana ramai, penuh gambar dan warna. Apalagi Wildankatanya suka melukis. Itulah 'dunia' yang dia 'miliki'.

Jadi sebaiknya selalu difasilitasi kebutuhannya. Berikan dia sarana/media yang bisa membuat dunianya selalu ada. Siapkan kertas gambar/ coretan lengkap dengan pensil warna atau krayon.

Sehingga dimanapun dia berada dia selalu merasa dunia-nya tidak pernah berubah..Selalu ada dunia yang penuh warna.

Saya pernah mengatasi anak berkebutuhan khusus, yang dunianya adalah dunia yang tenang, jadi dia membutuhkan 'ketenangan'. Yang saya lakukan, adalah menghindari berbicara terlalu banyak, menghentikan musik yang ada di praktek dan tidak mengeluarkan bor sesering mungkin..
Dia jadi lebih bisa 'menuruti' perawatan yang akan dilakukan..

Salam sukses untuk Mama Frida

Mama Widho mengatakan...

Dokter Gaul nan Cihuy....terimakasih dukungan dan do'anya. Benar jg apa yg dokter bilang. Kita harus dekatkan "dunianya", ini PR buat kami..bgm caranya spy Wildan mau masuk rumah Eyang Teu. Blio jg sedih sekali krn keinginan cucu2nya tidur rumahnya ga bisa kesampaian. Akan kami coba usulan mb Dini sepeti dalam comment pertama. Mungkin lukisan Wildan bbrp hrs dipasang di rumah Eyang Teu.