Sabtu, 16 Januari 2010.
Pagi ini saya terlambat berangkat ngantor. Gara-gara Wildan menghalangi terus.
Pertama, saat mau mandi...dia merebut handukq dan segera menaruh di jemuran. Meski sambil tertawa-2 menggoda, saya mengerti Wildan ingin saya tetap di rumah. Tapi apa daya, hari ini harus menguji skripsi. Kedua, Wildan mendorong-2 saya untuk ke tempat tidur. Ada ayahx disitu. Rupanya Wildan mengatur supaya saya dan ayahnya tetap tidur biar masing-masing tidak berangkat kerja. Bahkan untuk meyakinkan kami tidak berangkat, Wildan duduk di kakiq sementara kakinya sendiri ditumangkan ke dada ayahnya.
Wajahnya yang jenaka dan gayanya yang tak berdosa, membuat kami tertawa sumbang. Sisi satu terus terang kami merasa geli dengan tingkah polahnya, namun disisi yang lain kami merasa sangat bersalah seringkali meninggalkan Wildan di rumah. Apalagi sejak dia tidak mau lagi sekolah dan les melukisnya berhenti. Praktis sehari-hari Wildan hanya di rumah sama pembantu. Sementara adiknya datang dari sekolah jam 12.30 WIB. Saya datang jam 16.00 WIB. Begitu pula ayahnya yang bisa seharian di luar rumah.
Akhir-akhir ini, volume pekerjaan saya meningkat. Bercanda dengan Wildan ketika pulang sampai dia tidur jam 21.00 WIB kami kira sudah cukup. Rupanya, bagi Wildan ada sesuatu yang hilang. Dan dengan caranya dia menyibukan diri sendiri. Dan dengan caranya dia mengingatkan kami bahwa dia perlu sesuatu yang lebih. Tidak jarang ketika saya akan bangun pagi, Wildan segera menyelimutiku kembali....mengharap saya kembali tidur yang itu artinya tidak keluar rumah. Kutatap wajahnya dalam-dalam...mencoba menyelami apa yang dirasakan pagi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar