Sejak Wildan memutuskan tinggal di rumah Sidomulyo-Batu, kehidupan sosialnya mengalami kemunduran. Saat ini sudah tujuh bulan lebih dia tidak mau pulang lagi ke Areng-Areng oleh sebab yang tidak kami mengerti. Sejak itu pula Wildan mulai tidak suka diajak keluar dari rumah. Hari-harinya hanya dihabiskan di dalam rumah. Sibuk dengan laptopnya yang berisi Game merawat tanaman hias atau mondar-mandir di dalam rumah dari ruang keluarga-ruang tamu-kamar atas-kamar bawah-ruang makan, dan dapur. Bahkan di awal-awal bulan, dia menolak kehadiran tamu yang datang. Termasuk kami, ayah-ibu, dan adiknya. Begitu ada tamu, dia langsung heboh minta salim (salaman) supaya tamunya segera pulang!.
Lama kelamaan dia bisa menahan diri untuk tidak langsung "mengusir" tamu. Hanya bila sudah jam 20.00 WIB dia akan resah manakala tamu tidak segera pamit. Pas jam 21.00 WIB bila tamu tidak jua pulang, maka Wildan akan berulang kali minta salim sebagai tanda tamu harus segera pamit. Maklumlah, jam 21.00 adalah jam tidur biologisnya. Dia perlu ketenangan menjelang
Namun, bukan itu yang paling meresahkan kami. Keengganannya untuk keluar rumahlah yang paling meresahkan karena dengan begitu dia tidak banyak berinteraksi dengan orang lain. Penghuni rumah Batu sendiri hanya terdiri dari Wildan, nenek, om dan tante, serta si bayi. Seringkali mereka ada di ruangan yang berbeda. Paling Wildan lebih suka "nggelibet" pada neneknya (ibu saya) yang sudah berusia 65 tahun. Apabila diajak nenek keluar rumah, Wildan selalu menolak. Bahkan manakala dia ingin kue, tetap tidak mau diajak bersama-sama ke toko. Kalau sudah begitu, neneknya akan diambilkan dompet dan dirayu-rayu supaya mau membelikannya kue.
Lebih menyedihkan, kami yang berusaha membujuk dengan iming-iming mengajaknya
Kesendirian, kesunyian yang dialami Wildan saat ini sudah menunjukkan dampak negatif. Salah satunya adalah Wildan nampak kuper sekali. Beberapa kali kami berhasil membujuknya keluar rumah. sekedar membeli bakso, atau jagung bakar dalam durasi waktu yang pendek. Pada saat seperti itu, begitu dia keluar mobil....langsung menutup kedua telinganya dengan tangan atau berlindung dalam pelukan ayahnya atau pelukanku.
Kami sangat prihatin dengan keadaan ini. Tapi entah sampai kapan bisa keluar dari kondisi ini. Betapa rindunya mengajak Wildan berenang, jalan-jalan ke alun-alun dan mall, atau sekedar bersilaturahmi ke handai taulan. Kami merencanakan rekreasi ke luar kota, tapi entah bisa terealisasi atau tidak. Andai Wildan tidak mau ikut...betapa tidak berartinya liburan yang kami rencanakan itu........
2 komentar:
putra saya juga autis bu. Sekarang umurnya 10 tahun. Sekarang duduk dikelas 3. Saya prihatin dg 'keadaan' putra ibu, wildan. Yg menjadi pertanyaan buat saya, kenapa wildan tdk sekolah / terapi? Apa dia tdk mau? Bukankah dg sekolah / terapi anak autis lebih bisa 'menerima' dunia luar? Kalau setiap hari wildan diberi aktifitas hanya didalam rumah, maka kedepannya nanti dia akan semakin 'menolak' dg sesuatu yg beda dg dirinya. Itu sudah saya rasakan sendiri. Dg sekolah anak saya mendapatkan banyak hal 'positif' dlm hidupnya. Selain lebih 'pintar' karena dpt pelajaran disekolah, dia jadi terbiasa melakukan 'aktivitas' ditengah orang banyak serta dpt bersosialisasi dg mereka. Awalnya sih memang sulit, tapi karena dijadikan 'kebiasaan' sehari-hari, dia semakin mudah untuk membuka diri.
Dear Ana, bukanx tdk disekolahkan. Wildan tdk mau lg. Mgkin sdh bosan karena 7 tahun di terapi di autisme centre. Lalu satu tahun inklusi di TK Dharma Wanita. Dus homeschooling 6 bulan dan 3 bulan di SD inklusi. Baca tulisan sy di arsip tahun 2008-2009.
Posting Komentar