

Perkembangan motorik WRL nampak normal. Usia 6 bulan dia sudah mulai berusaha mengangkat kepala saat dibaringkan. Usia 8 bulan dia sudah bisa duduk. Merangkak juga pada usia yang semestinya. Belum genap setahun dia sudah berdiri merayap. Perkembangan motorik halus juga nampak normal. Memegang benda-benda juga sudah bisa pada usia yang semestinya.
Saat itu, ada satu perilaku WRL yang berbeda dengan bayi kebanyakan, yaitu WRL tidak pernah mau melihat orang-orang yang menggodanya. Bahkan cenderung sengaja melengos saat dipanggil atau ditatap wajahnya. Bayi WRL juga tidak begitu tertarik dengan bunyi-bunyi mainannya tapi dia sangat tertarik pada mainan yang berputar-putar. Bahkan lebih tertarik pada lambaian gordin jendela dan daun-daun yang terhempas angin daripada mainan anak-akan pada umumnya. Perilaku suka mlengos dan tidak mau merespon panggilan itu malah membuat gemess kebanyakan orang. Rasanya semua orang merasa lucu saja ada bayi kok cuek.
KAMI MULAI CURIGA
Sebenarnya, pada usia 11 bulan, WRL mulai berbicara, walau hanya satu kata. Yaitu ”ME” sebagai tanda dia minta minum. Dan pada usia 13 bulan kosakatanya bertambah satu, ”UDAH” bila dia ditatur untuk pipis. Namun, seiring usianya yang bertambah, kosakatanya tidak bertambah. Bahkan lambat laun hilang sama sekali pada usia 16 bulan dan dia hanya mengeluarkan suara saat tertawa dan menangis. Kami mulai khawatir dan semakin khawatir ketika masuk usia 2 tahun, WRL tidak juga berbicara dan semakin cuek dengan bahasa maupun kehadiran orang lain.
Berbagai komentar muncul disekitar kami, hampir semua memberi tanda untuk kebesaran hati, ”biasa..anak laki-laki...telat bicara” atau ”anak laki-laki memang biasanya jalan dulu..gak apa..biasa kok..”. Rasanya hanya Bapak saya (alm) yang sudah melihat adanya ketidak beresan pada diri cucunya. Beberapa kali Bapak mendesak supaya Kami segera memeriksakan WRL pada orang medis. Hal ini bisa kumaklumi, karena sejak Bapak pensiun, Bapaklah yang paling banyak bersama WRL pada saat kami bekerja pagi hingga sore. Tiap pagi, WRL diajak jalan-jalan sama bapak, meyusuri sawah dan taman bunga, lalu singgah di rumah sahabat-sahabat Bapak. Maklum cucu pertama. Apalagi sejak WRL usia 7 bulan, ayahnya berpindah kerja di Makassar dan pulang sebulan sekali, sementara kami tetap di Jawa dan pada saat WRL berusia 19 bulan, dia sudah memiliki adik. Maka perhatiankupun semakin terbagi dan terpecah, maka pelibatan Bapak pada cucu pertamanya itu sungguh suatu anugerah.
Pada saat usia WRL 2 tahun, Kami pindahan ke rumah sendiri, kira-kira 7 km dari rumah orang tua dimana selama ini Kami numpang. Suami memutuskan keluar dari tempat kerja supaya bisa berkumpul satu atap dengan Kami dan memulai usaha sendiri (wiraswasta). Kekhawatiran Kami semakin bertambah manakala WRL tidak menunjukkan kemajuan dalam wicara dan perilaku sosial. Dia juga memiliki kebiasaan-kebiasaan aneh yang bersifat ritual. Misalnya, setelah habis mandi, dia akan lari ke kamar tamu, menempelkan perutnya ke tembok, baru mau pake baju. Bila makan, dimeja makan kecilnya tersusun secara konsisten dengan urutan sebelah kiri tempat sendok, tengah kan minuman, dan sebelah kanan botol susu dengan posisi gambar menghadap dirinya. Pabila kami merubah posisi tersebut, maka WRL akan mengembalikan ke posisi semula.
Kekhawatiran itulah yang kemudian awal dari perjalanan panjang kami bersama Wildan.