Kamis, 22 Maret 2012

Kuliah Perdana

Hari ini Wildan kuliah. Selama dua jam lebih dia duduk manis di kursi paling depan dalam kuliah saya- Event Management. Wildan nampak menikmati dan menyimak lihat saya memberi konseling pada 18 kelompok yang akan selenggarakan 16 event di bulan April-Juni 2012 ini. Tiada perilaku mondar-mandir, tiada perilaku loncat-loncat, bahkan Wildan satu kali “bersuara”. Saya pikir suara itu menunjukkan dia bosan, maka saya bilang “Wildan mau jalan-jalan?. Silahkan.” Tapi dengan cepat dia jawab “tidak...tidak..”. Hal tersebut tidak kusangka. Selama ini bila ikut ke kampus, Wildan tidak pernah ikut masuk dalam kelas saya. Dia punya dunia sendiri di seluruh lantai VI.

Apakah pengalaman hari ini sungguh berarti?. YA. Hari ini saya merasa bersyukur karena Wildan bisa kendalikan diri dengan tidak banyak jalan-jalan di kampus. Dua jam lebih duduk manis merupakan hal yang luar biasa bagi anak autis seperti Wildan. Pada kelas kedua, Wildan tidak saya ajak masuk. Dia bisa mencari kesibukan sendiri. Biasanya akan masuk kantor-kantor yang ada. Terutama di Jurusan Bahasa Inggris, TU FKIP, Jurusan Ilmu Pemerintahan, Lab.Drama, dan Jurusan Matematika. Sehabis kelas kedua, Wildan saya ajak ke MAN untuk daftar ulang adik sebagai calon siswa baru di sana. Saat mengisi formulir-pembayaran, dan sampai menyerahkan kembali formulir, Wildan selalu duduk manis di sebelah saya. Begitu pula ketika saya kembali ke kampus dan berbincang-bincang 30 menit di kantor ACICIS di lantai IV yang penuh foto pariwisata & budaya Indonesia, Wildan duduk tenang di sofa. Lalu kami naik ke lantai VI untuk menerima bimbingan skripsi selama hampir dua jam, Wildan tetap duduk di samping saya.

Saya juga bersyukur karena civitas academica sangat pengertian. Mahasiswa di kelas tadi juga sangat bisa menerima kehadiran Wildan. Bahkan saat Wildan bersin, beberapa mahasiswa berinisiatif memberikan tissue. Saat kami antre di depan pintu lift mau pulang, segerombolan mahasiswa PGSD bertanya, "Apakah masnya ini putra ibu?.". Kujawab, IYA. Sambil penuh pengertian mahasiswa itu cerita, "Saya pernah dielus-elus pipi saya bu. Awalnya saya kaget...tapi kemudian saya mengerti masnya ABK." Lebih serem lagi yang mahasiswi, "Kalau saya pernah bu, masuk toilet...masnya buka pintunya hahaha..". Saya jadi merasa tidak enak dan meminta maaf. Namun mereka rupanya sudah familier dengan ABK. Kami jadi tertawa bersama membayangkan kekagetan-kekagetan karena kehadiran Wildan di kampus.

Namun, pernah juga saya mengalami hal yang sangat tidak mengenakkan. Suatu ketika, masuk seorang mahasiswa sambil menahan marah ke ruangan saya, "Maaf bu...anak itu putra ibu ya?." Demi melihatnya dia nampak emosi, saya jawab, "Iya mas...aduh..anak saya bikin ulah ya?." Si mahasiswa melanjutkan sambil terengah-engah, "Begini bu...saya dan kawan-kawan hampir saja menempeleng anak ibu." Prempeng! kurasa wajahku langsung merah, (saya) "Kenapa pasalnya mas? anak saya menyakiti kalian?.". Dijelaskanlah oleh mahasiswa, "Ini sudah bukan pertama kali bu. beberapa hari yang lalu anak ibu juga melakukannya. Dia meludah dari lantai enam, ludahnya meluncur ke lantai empat dimana kami sedang duduk-duduk sehingga terciprati.". ......(Saya) "Aduh maaf mas, Bagi dia mungkin ludah yang meluncur dan berbeluk itu amazing. Tapi itu salah saya karena tidak bisa mengawasinya sepanjang waktu. Maaf ya." Saya tahu, penjelasan saya tidak memuaskan. "Iya bu, tapi mestinya bisa diberitahu."......(saya), "Tidak bisa mas. Saya memerlukan waktu untuk menjelaskan pada anak saya.".....Mahasiswa ini masih juga nampak marah, "Itu bisa bu..saya juga mengerti kok dengan anak semacam itu.".....(saya)" Begini saja mas. Sambil saya mengajari anak saya merubah perilaku meludahnya itu, tolong mas dan teman-teman yang tidak autis jangan duduk dulu di kursi lobi lantai IV ya." hahaha.. ini lebih pada defensif seorang ibu kali yaaa karena betul juga mas itu. Saat itu juga saya beritahu Wildan tidak boleh meludah ke lantai di bawah. Beberapa kali saya peragakan larangan meludah itu. Sejak hari itu, Wildan tidak lagi meludah. Mungkin dia baru tahu, bahwa itu tidak boleh.

Semakin hari, pengendalian diri Wildan menunjukkan perkembangan yang baik. Mungkin karena kami sering membawanya ke tempat-tempat umum. Ayah paling sering mengajak Wildan perjalanan kuliner saat mereka berdua maupun berempat bersama saya dan adik. Bahkan selasa (20/3) lalu ayah berinisiatif untuk membersihkan wajah Wildan dengan facial wajah. Soalnya wajahnya mulai banyak jerawat batu. Tidak terbayang seperti apa reaksi Wildan. Cerita ayah, mula-mula Wildan teriak-teriak saat komedonya diangkat. Sampai-sampai yang punya salon di sms para tetangga untuk memastikan tidak terjadi hal-hal bahaya.hehe...Tapi lama-lama Wildan sepeth menikmati facial, meski kadang masih teriak. Dia mulai enjoy saat mulai dimasker. Dan berkali-kali mengaca setelah semuanya beres dan wajahnya kinclong hihihi.... Semoga ayah tidak membuatnya jadi cowok metrosexual :).

3 komentar:

wildan mengatakan...

memang yg namanya wildan itu pasti ganteng n pinter trmasuk saya dan anaknya ibu..hehehehe

Mama Widho mengatakan...

hehehe.....anak lanang je..yo ngganteng...

Anonim mengatakan...

Assalamualaikum, salam kenal Bu Frida. saya punya seorang putri berusia 5 tahun yg menyandang ADD. saya br pindah ke kota malang 1 bulan ini dan saya kesulitan menemukan sekolah TK di malang yg cocok unt anak saya. beberapa wktu lalu saya mendaftarkan anak saya di sebuah TK franchise di daerah kendalsari, tp sepertinya anak saya tdk cocok. Mohon infonya bu, saya sangat berterimakasih sekali bila ibu mau membantu. Oya, bila ibu berkenan ini alamat email saya : mamiekbasori@yahoo.com. Mungkin kt bisa sharing info bu. Terimakasih